Berita
pencabulan oleh Syahroelan Lubis (54) warga Jl. Ampera Gg Dame No 38Pg,
kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung yang berprofesi sebagai Staff
Rektorat USU. Terbongkar ke publik pada 15/09/2017 melalui pemberitaan Tribun Medan
(http://www.tribunnews.com/regional/2017/09/15/duh-staf-rektorat-usu-cabuli-bocah-9-tahun)
Berkat laporan
dari orang tua korban pada 11 September lalu, korban (PA) adalah anak yang masih
anak usia Sembilan tahun ini menjadi trauma dan ketakutan. Peristiwa pencabulan ini
terbongkar karena Ibu korban yang menempukan kejanggalan-kejanggalan pada anak
perempuannya dan dan kemudian melaporkannya. Setelah ditindaklanjuti dan dilakukan pemeriksaan Syahroelan Lubis
(54) terbukti bersalah dan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di
Polsek Percut Seituan.
Pelecehan seksual yang dilakukan
oleh Syahroel Lubis yang dilakukan
berulang-ulang tentu saja meninggalkan dampak psikologis bagi korban. Korban
menjadi tidak percaya diri dan tidak berani berkata jujur karena perasaan takut,
malu ataupun trauma. Sebab korban kekerasan seksual, akan selalu tetap menjadi
korban dan sulit mendapatkan keadilan dari negara.
Apa yang di lakukan oleh Syahroelan
Lubis adalah bentuk kekerasan dan pelecehan yang menunjukkan masih eksisnya
budaya feodal patriarki dalam masyarakat Indonesia, dimana masih ada anggapan
bahwa kaum perempuan berada pada posisi lebih lemah,rendah serta nomer dua dari
pada kaum laki-laki. Pandangan bahwa perempuan itu hanya sebagai objek
seksualitas (pemuas nafsu), hal tersebut tentu memberi legitimasi bahwa
seolah-oleh perempuan dan anak boleh
dijadikan sebagai korban. Hal ini tentu membuat kaum perempuaan termasuk anak,
sangat rentan menghadapi berbagai jenis kekerasan. Budaya feudal patriarki itu
sendiri merupakan basis penindasan terhadap kaum perempuan yang masih ada di
negeri ini. Feodal patriarki dipertahankan seiring dengan berkuasanya
kepentingan kapitalis asing di Indonesia.
Berdasarkan data yang dikeluarkan
oleh KPAI, pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia meningkat
100% dari tahun 2013-2014 dan sulit menurun. Peningkatan yang sangat drastis
membuktikan bahwa negara tidak hadir menjaga dan melindungi warga negaranya
sebagaimana yang termuat dalam UUD 1945 terkhususnya perlindungan untuk
anak-anak.
Menjadi hal yang sangat ironis
kemudian ketika Kampus yang seharusnya menjadi tempat proses belajar
memanusiakan manusia dengan cara-cara yang benar dan ilmiah justru terjadi
tindakan yang tidak manusiawi dan tidak pantas di lakukan oleh pejabat kampus
dalam hal ini Staff Rektorat Kampus USU. Tindak pelecehan seksual yang di lakukan oleh Staff Rektorat Kampus USU
Syahroelan Lubis adalah tindakan yang sangat
tercela dan sekaligus merampas masa depan anak tersebut dan menambah panjang daftar kekerasan dan pelecehan seksual terhadap
perempuan dan anak yang dilakukan oleh para pejabat dan staffnya dilingkungan
dunia pendidikan di Indonesia. Maraknya pelecehan seksual terhadap perempuan
termasuk dialami anak-anak dibawah umur, seakan-akan bukan menjadi masalah
besar bagi negeri ini.
Kami berpandangan,
Kampus seharusnya menjadi lembaga yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat juga memiliki wawasan kesetaraan
gender. Bukan mempertahankan budaya feodal patriarki yang merendahkan kaum
perempuan dan anak. Kaum Perempuan dan juga anak tidak boleh dilihat sebagai
properti bagi kaum laki-laki seperti kepemilikan terhadap harta benda. Oleh
karenanya, kaum perempuan harus aktif
terlibat dalam perjuangnan dan mengambil
peran aktif dalam membebaskan diri dalam berbagai bentuk penindasan baik
dalam tingkatan kampus dan tingkatan masyarakat lainnya. Kaum perempuan juga
harus mulai memberanikan diri keluar dari ruang khusus yang di bangun oleh
budaya patriarki seperti sektor domestic atau hanya di dalam rumah tangga.
Maka dari
itu SERUNI (Serikat Perempuan Indonesia) sebagai organisasi perempuan dikampus
USU mengambil sikap:
1. Mengutuk segala bentuk pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak dan
perempuan
2. Mengutuk atas tindakan pelecehan yang dilakukan oleh Syahroel Lubis salah satu
staff rektorat USU kepada korban anak PA
3. Mendesak rektorat USU untuk mengambil tindakan yang tegas terhadap Syahroelan
Lubis
4. Mendesak Reskrim Polsek Percut Seituan untuk mengusut tuntas kasus pelecehan
seksual yang dilakukan Syahroelan Lubis dan memberikan hukuman yang seberat
beratnya.
5. Meminta kepada KPAI untuk memberikan perlindungan dan memulihkan korban
6.
Meminta USU menerapkan kurikulum berbasiskan kesetaraan gender.
Demikian
pernyataan sikap
SERUNI USU.
17/07/2017
Hormat
kami,
Desy
Maya Sari
Kordinator
Posting Komentar