SEMINAR CLIMATE JUSTICE
Terbaru
Selasa, 20 Desember 2022
SKEMA KEBIJAKAN IKLIM DALAM PERTEMUAN G20 SERTA PERJUANGAN PEREMPUAN DAN RAKYAT MEWUJUDKAN KEADILAN IKLIM
Jumat, 09 Desember 2022
Pernyataan Sikap dalam Memperingati Hari Hak Asasi Manusia Sedunia 2022: Imperialisme Adalah Pelestari Negara Setengah Jajahan Indonesia “Sistem Parasit Hidup Dari Perampasan Hak Dasar Rakyat Tertindas Dan Terhisap Seluruh Dunia Pelanggar DUHAM 1948 Sesungguhnya”
Di tengah rentetan bencana alam yang menghilangkan hak
hidup rakyat Indonesia seperti gempa bumi dan banjir, perampasan Hak Asasi atau
Hak Dasar rakyat Indonesia adalah bencana dan malapetaka sesungguhnya bagi
rakyat Indonesia. Kebijakan dan peraturan serta rencana aksi anti rakyat yang
terus dijalankan negara reaksi dan pemerintah bonekanya telah terbukti menjadi
mesin pelumpuh daya hidup, melemahkan daya juang, bahkan secara sistematis
membunuh harapan rakyat Indonesia tentang kemungkinan lahirnya sistem baru pengganti
sistem setengah jajahan dan setengah feudal, sistem baru yang adil dan menjamin
perdamaian abadi bagi mayoritas rakyat. Indonesia adalah salah satu negeri
dimana kejadian paling ironis terjadi berulangkali, rakyat yang mengalami
bencana alam harus aksi demonstrasi untuk memperoleh bantuan dan mempertahankan
tanah bekas rumahnya dari ancaman penggusuran!
Sejak dideklarasikan pada tahun 1948, Deklarasi Umum Hak
Asasi Manusia (DUHAM) yang sekarang diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia
(HAM) Sedunia, perlindungan dan jaminan hak ekonomi, politik dan kebudayaan
terus memburuk. Hak rakyat di setiap negeri untuk memperoleh jaminan kesejahteraan
hidup, adil dan terus bergerak maju justru berhadapan dengan perampasan secara
berkelanjutan. Perjuangan klas di berbagai negeri oleh mayoritas rakyat dalam
rangka menentang perampasan hak dasar berlangsung semakin intensif.
Imperialisme, sejak berdominasi di seluruh dunia di awal
abad 20, tidak hanya gagal melindungi dan menjamin hak dasar bagi rakyat,
tetapi sistem ini telah menjadi parasit dalam pengertian sesungguhnya.
Imperialisme bisa bertahan hidup dan tetap berkuasa hingga sekarang justru dari
kebijakan, regulasi dan aksi perampasan hak dasar rakyat sedunia. Imperialisme
telah terbukti hanya memelihara kekuasaan segelintir negara industrial
kapitalis yang sangat kuat secara ekonomi dan militer atas mayoritas negeri non
industrial atau agraris melalui sistem setengah jajahannya. Ekspor kapital dari
negeri imperialis membanjiri negeri-negeri setengah jajahan sepadan dengan
perang agresi dan intervensi serta berbagai “kampanye global anti teror.”
Seluruh paham dan kekuatan bangsa dan rakyat yang anti pada imperialisme, ingin
bebas dan menegakkan kedaulatan bangsanya, mendirikan sistem yang berbeda dan
berdiri sendiri dari imperialisme adalah teroris.
Imperialisme adalah pelanggar DUHAM 1948 sejak
kelahirannya. Di negeri kapitalis industri hanya betul-betul segelintir
individual yang memperoleh perlindungan dan jaminan hak dasarnya, sementara
klas buruh sebagai mayoritas rakyat di negeri tersebut menjadi obyek penindasan
dan penghisapan berkelanjutan. Negara kapitalis tidak hanya melakukan perampasan
hasil kerja klas buruh tetapi menindas secara berkelanjutan kebebasan
berserikat dan berpendapat serta hak klas buruh untuk melakukan pemberontakan
dan membangun sistem baru yang lebih baik.
Imperialisme adalah otak utama, pendiri, pelindung dan penjamin
keberlangsungan sistem setengah jajahan dan setengah feudal yang masih berlaku
dan berkuasa di ratusan negeri, menindas dan menghisap miliaran rakyat sedunia.
Sistem setengah jajahan dan pemerintahan boneka yang berkuasa di negeri
setengah jajahan dan setengah feudal telah menjadi syarat hidup, syarat bagi
keberlanjutan kekuasaan imperialisme. Kaum tani sebagai mayoritas klas di
negeri setengah jajahan dan setengah feudal yang tinggal di pedesaan yang
sangat luas dibelenggu dalam sistem produksi lama sedemikian rupa. Dengan
membelenggu kaum tani dan membiarkan pedesaan dalam sistem produksi lama,
imperialisme dan pemerintah bonekanya memegang kunci membelenggu seluruh klas
yang ada, membelenggu satu bangsa secara keseluruhan.
Bangsa dan rakyat Indonesia adalah korban dari
imperialisme sejak awal abad 20. Ia adalah obyek dari penindasan dan
penghisapan bahkan dengan acapkali menggunakan DUHAM 1948 dan instrument
turunannya yang sengaja diciptakan berdasarkan kepentingan sistem dan klasnya
sendiri dengan memanipulasi kepentingan seluruh bangsa dan rakyat sedunia. Negara
dan pemerintah Indonesia, melanjutkan tradisi tindasan kolonial bangsa asing di
Indonesia, secara berkelanjutan mengeluarkan kebijakan dan regulasi untuk
merampas hak dasar rakyat. Pemberian hak tertentu pada rakyat secara ekonomi
dan politik bahkan militer sejauh hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi
keberlangsungan kekuasaan negara reaksioner dan pemerintah boneka imperialis di
Indonesia.
Memanipulasi tuntutan rakyat Indonesia anti kolonial dan
anti imperialisme, negara dan pemerintah boneka Joko Widodo-Ma’ruf Amien dengan
persetujuan pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat menerbitkan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang mewariskan tindasan era kolonial sebagai alasan
untuk meneror dan mengintimidasi serta mempermudah perampasan hak dasar rakyat.
Rakyat Indonesia yang anti imperialisme dengan segala kemampuannya menentang
kalahiran undang-undang baru tersebut. Akan tetapi kekuatan gerakan rakyat
demokratis Indonesia masih terlalu lemah dihadapan kekuatan mesin politik dan
militer negara reaksi dan pemerintah bonekanya. Undang-undang ini melengkapi
aksi perampasan hak dasar rakyat yang telah diterbitkan di bawah pemerintahan
boneka di Indonesia sejak Era Orde Baru Suharto. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang baru adalah undang-undang anti-teror yang sebenarnya. Ia akan
menjadi instrumen efektif bagi negara agar dapat menggerakkan mesin penindasnya
untuk menegakkan seluruh kebijakan dan peraturan reaksioner yang telah dibuat sebelumnya
yang selalu mendapatkan penentangan dari rakyat Indonesia.
Negara dan pemerintah Indonesia telah meratifikasi DUHAM
1948. Dalam momentum peringatan DUHAM 1948 tahun 2022 ini RAKYAT INDONESIA yang
bergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) menuntut:
TERAPKAN DUHAM 1948 secara konsisten, CABUT SELURUH
KEBIJAKAN DAN PERATURAN ANTI-DUHAM 1948 TERMASUK Undang-Undang Omnibus CIPTA
KERJA dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru saja disahkan.
Front Perjuangan Rakyat menyerukan pada rakyat untuk
senantiasa bangkit, berorganisasi dan bergerak secara kolektif untuk
mempertahankan hak demokratis yang melekat pada setiap individual, masyarakat
dan bangsa sejak lahir, tidak boleh dirampas oleh siapapun. Berdasarkan DUHAM
1948 adalah hak bagi rakyat untuk berlawan bahkan memberontak apabila menghadapi
kekuatan yang menindas atau merampas hak dasar. Resesi yang berlangsung saat
ini dan resesi yang akan berlangsung lebih buruk lagi di tahun depan adalah
momentum bagi imperialis dan negara setengah jajahannya untuk merampas hak
dasar yang tinggal ampasnya. Kaum tani harus mempertahankan tanahnya dari para
tuan tanah besar meskipun hanya rawa dan belukar. Kaum buruh harus
mempertahankan pekerjaan dan terus memperjuangkan haknya untuk kondisi kerja
yang lebih baik serta kebebasan berserikat, kaum intelektual demokratis harus
mengembalikan haknya untuk bebas bersuara dan berpihak pada buruh dan tani,
para pengusaha nasional harus memastikan pasar Indonesia bukan untuk impor dan
ekspor kapital imperialis!
Selamat Hari Ham Internasional
Terapkan DUHAM 1948 tanpa syarat! Cabut seluruh kebijakan
dan peraturan Anti DUHAM 1948!
Imperialisme Hancurkan! Feodalisme Musnahkan! Kapitalisme
Birokrat, Para Koruptor adalah musuh rakyat! Rakyat Tertindas dan Terhisap
Indonesia Bersatulah!
Jakarta, 10 Desember 2022
Hormat kami
Front Perjuangan Rakyat
(FPR)
Rudi HB. Daman
Koordinator Umum
Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI),Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU-Indonesia), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN), Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI), Institute for National and Democracy Studies (INDIES)
Sabtu, 03 Desember 2022
Seminar: Skema Kebijakan Iklim dalam Pertemuan G20 serta Perjuangan Perempuan dan Rakyat Mewujudkan Keadilan Iklim
Pada tangal 15-16 November 2022 KTT G20 telah dilaksanakan dan menghasilkan deklarasi yang dinamai “G20 Bali Leaders Declaration” atau Deklarasi Bali 2022. Pertemuan ini menghasilkan 52 poin, salah satu poin penting yang dihasilkan adalah terkait dengan perubahan iklim. Pada poin ini, para pemimpin G20 menyepakati upaya penanganan bersama terhadap masalah perubahan iklim dan krisis energi yang diperparah oleh konflik geopolitik. Demikian pula pada poin ke-12 yang menjadikan Bali Compact dan Bali Energy Transition Roadmap sebagai pedoman untuk menyelesaikan masalah krisis energi. Sebelumnya, Environment Deputies Meeting (EDM) dan Climate Sustainability Working Group (CSWG) diadakan, yaitu pada Maret di Jogjakarta dan Juni di Jakarta. Pertemuan ini menghasilkan tiga isu prioritas penting yang kemudian dibahas pada setiap pertemuan antara lain (1) Mendukung pemulihan yang lebih berkelanjutan; (2) Meningkatkan aksi basis darat dan laut untuk mendukung tujuan perlindungan lingkungan dan iklim; dan (3) Meningkatkan mobilisasi sumber daya untuk mendukung tujuan perlindungan lingkungan dan pengendalian perubahan iklim (meningkatkan mobilisasi sumber daya untuk mendukung tujuan perlindungan lingkungan dan iklim). Untuk itu, kelompok inti keadilan iklim Indonesia merasa perlu menanggapi hasil pertemuan global ini, terutama menyoroti kebijakan terkait pengelolaan perubahan iklim di Indonesia.
Pertemuan-pertemuan
tersebut menghasilkan keputusan yang abstrak dan tidak berdampak langsung pada
penanganan perubahan iklim di Indonesia. Sehingga tidak ada komunike yang
keluar dari EDM dan CSWG. Sementara itu, masyarakat menghadapi dampak perubahan
iklim setiap hari yang sangat brutal dan menimbulkan penderitaan akibat gagal
panen, banjir, perubahan cuaca ekstrim, kekeringan, dan lain-lain.
Generasi muda terancam
tidak memiliki masa depan karena dampak perubahan iklim yang terus memburuk
dari waktu ke waktu. Sementara pemerintah tidak mengambil aksi nyata untuk
mencegah memburuknya perubahan iklim di Indonesia. Sebagai generasi yang akan
menanggung kerusakan akibat perubahan iklim ini, sudah selayaknya generasi muda
turut ambil bagian dalam aksi dan kampanye menyebarluaskan bahaya perubahan
iklim dan langkah-langkah apa saja yang bisa kita lakukan sekarang juga untuk
mencegah memburuknya dampak perubahan iklim tersebut.
Rabu, 30 November 2022
Pernyataan Sikap HPI 2022: Hentikan Perang Rusia – Ukraina, Lawan Perang Imperialis, Imperialisme Hancurkan! “Perempuan Tertindas dan Terhisap Bersatu untuk Perdamaian dan Keadilan Sejati”
Seperti kata Lenin, imperialisme adalah era perang dan sekurang-kurangnya persiapan untuk perang. Sedamai apapun keadaan dunia di bawah imperialisme, perdamaian tersebut hanya terbatas bersifat sementara dan palsu. Perdamaian di tengah kobaran perang dalam negeri beberapa negara, perang antar negara, dan negara sisanya sedang mempersiapkan perang yang pasti akan terjadi di masa datang.
Seperti yang diharapkan Amerika Serikat, Rusia akhirnya menyatakan perang terhadap Ukraina pada tanggal 24 Februari 2022 dengan alasan untuk melindungi kemerdekaan Republik Rakyat Donest dan Republik Rakyat Lushank yang diakui kemerdekaannya oleh Presiden Putin, 21 Februari 2022. Laporan media internasional menyebutkan serbuan Rusia ke Ukraina hingga sekarang telah membunuh ratusan penduduk sipil yang tidak bersenjata, melukai dan memaksa jutaan penduduk mengungsi ke negeri terdekat, Polandia dan Romania.
Bersama-sama dengan China di bawah Presiden Xi Jingping, Rusia di bawah Presiden Putin telah lama mengajukan tuntutan secara terbuka agar “Tata Dunia Baru Paska Perang Dingin”. Tata dunia baru yang dimaksud adalah pembagian kekuasaan teritorial dan ekonomi antar negara imperialis dan kekuatan kapitalis monopoli internasional di mana Rusia dan China ambil bagian di dalamnya. Amerika Serikat harus berhenti menganggap dirinya sebagai pemegang supremasi tunggal negara adidaya.
Bagi Rusia dan China, NATO adalah organisasi pertahanan produk Perang Dingin yang dibentuk oleh Amerika Serikat dan sekutu Eropa Barat-nya yang berhadap- hadapan dengan PAKTA WARSAWA, aliansi militer bentukan Uni Soviet dan negara Eropa Timur. Rusia dan China juga menuntut pembubaran NATO. Uni Soviet telah bubar menjadi Federasi Rusia, demikian pula dengan PAKTA WARSAWA. Akan tetapi, NATO terus memperluas keanggotaannya bahkan hingga ke negara-negara baru eks Uni Soviet dan sekutunya untuk mengisolasi Rusia, menghambat perkembangannya sebagai kekuatan imperialis baru. Rusia sangat terganggu dengan program perluasan NATO ini. Terutama setelah Amerika Serikat dengan berbagai cara merayu Ukraina menjadi anggota NATO.
Di era Soviet, Ukraina adalah wilayah industri dan pertahanan strategis bagi Rusia. Berbagai instalasi militer strategis seperti nuklir ditempatkan. Reaktor nuklir Chernobyl yang pernah mengalami kebocoran dan menjadi bencana nuklir dengan ancaman radiasi paling mematikan di dunia adalah salah-satu dari tujuh reaktor nuklir peninggalan Soviet di Ukraina. Rusia, tentu saja, tidak akan bersedia menyerahkan begitu saja instalasi tersebut di bawah kekuasaan NATO apabila Ukraina menjadi anggotanya. Kemerdekaan Donest dan Lushank hanyalah momentum yang sengaja diciptakan oleh Rusia untuk melancarkan pukulan terhadap Amerika Serikat dan NATO. Dan Ukraina adalah sasaran taktis yang paling dekat dan masuk akal.
Kekuasaan atas territorial dan ekonomi politik
menjadi dasar paling kuat untuk melancarkan perang terhadap
Ukraina. Perang Rusia-Ukraina memiliki karakter
ekonomi yang sangat kuat dan telanjang. Rusia memiliki potensi yang sangat besar mengendalikan kebutuhan
energi Eropa dengan pasokan gasnya. Namun,
Ukraina adalah salah satu hambatan karena suplai gas dari Rusia ke Eropa melintasi Ukraina. Amerika Serikat
berulangkali dengan keras meminta sekutunya
di Eropa, seperti Jerman dan Italia untuk menghentikan pasokan gas dari Rusia. AS juga mendesak
penghentian proyek pipa gas raksasa Nord Stream
2
dan terus menekan Ukraina untuk memutus jalur pipa gas yang melintasi negerinya.
Dalam
masa perang, pasokan senjata akan terus bertambah utamanya dari negeri Imperialis Amerika Serikat dan sekutunya.
Mereka menangguk keuntungan sangat besar
dari bond perang Rusia-Ukraina. Tentu
saja, Amerika Serikat dan NATO bersorak-sorai dengan deklarasi perang ini karena mereka telah lama mempersiapkan diri untuk mengambil
keuntungan dari momentum ini. Mereka telah mempersiapkan
berbagai jenis kamp pengungsian, bantuan senjata dan uang untuk membiayai perang jangka panjang.
Logistik mengalir deras dari negeri imperialis
berkat perang. Secara internasional, imperialis mempersiapkan mekanisme perdagangan dan keuangan baru
yang lebih menguntungkan berkedok situasi perang.
Biaya dan harga produksi keperluan
hidup meningkat, perampasan upah memiliki alasan
yang kuat, menyempitnya lapangan kerja.
Berdasarkan
data Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), sudah ada 752
warga sipil Ukraina yang
menjadi korban akibat invasi
Rusia (per 2 Maret 2022). Dari jumlah
korban tersebut, 227 warga
sipil ditemukan meninggal yang terdiri dari 31 laki-laki, 25 perempuan,
6 anak laki-laki, 3 anak perempuan, serta 6 anak dan 156 orang dewasa yang belum diketahui jenis kelaminnya. Sementara itu, ada 525 warga sipil yang terluka. Ini terdiri dari 42 laki-laki, 33 perempuan, 2 anak laki-laki, 7 anak perempuan, serta 19 anak dan 422 orang dewasa yang jenis kelaminnya belum diketahui. Angka ini sesungguhnya jauh lebih kecil dibandingan kenyataannya di lapangan. Karena jumlah yang dicatat hanya mencakup korban yang masih bisa diidentifikasi, diverifikasi, dan dikonfirmasi oleh pemerintah maupun badan-badan independent lainnya.
Penderitaan hidup yang tidak bisa lagi dituliskan dengan sederhana. Rakyat dan kaum perempuan di Ukraina telah menderita akibat krisis ekonomi dan pandemic Covid-19. Secara global, kini mereka paling menderita karena terpaksa menghadapi perang, wujud dari puncak krisis imperialism yang pasti terjadi. Para ibu, istri dan anak-anak terpaksa merelakan suami, ayah, saudara, tetangga, ataupun sahabat laki-lakinya untuk tetap tinggal di Ukraina, berjuang mempertahankan negerinya. Tak ada yang lebih pedih karena terpaksa meninggalkan negeri sendiri, kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan, berpisah dari keluarga dan sahabat, kehilangan sekolah, tempat dan kesempatan bermain, menyaksikan yang lainnya meninggal, luka-luka, menjadi korban kekerasan perang imperialis. Di satu sisi, kaum perempuan yang bertahan harus merawat diri, melindungi keluarga dan anak-anak, memberi makan, menanggung kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin sulit dan mahal akibat perang maupun nanti pasca perang. Setiap hari, di setiap tempat dihantui rasa takut, trauma akibat serangan tembakan senjata, rudal, letusan bom dan granat yang dapat merenggut jiwa setiap saat. Kedamaian semakin semu dan menjauh. Kedamaian yang tidak akan mungkin terwujud selama tatanan imperialism dunia tidak dihancurkan.
Di momentum peringatan Hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2022, kita menentang semua perang imperialis dan fasisme yang menyengsarakan rakyat dan kaum perempuan dunia, utamanya yang saat ini bertahan dan berjuang di area perang Rusia – Ukraina. Sembari kita melihat lebih dalam lagi kondisi rakyat dan kaum perempuan di Indonesia saat ini yang juga merasakan penderitaan karena perang imperialis. Pemerintah Indonesia adalah kaki tangan imperialis dan tidak bisa diharapkan dalam bersikap dan menangani dampak perang ini. Indonesia sebagai Presidensi G-20 di bawah pemerintahan Jokowi dipaksa untuk bertindak atas perang Rusia-Ukraina, dan justru bersikap seolah tak terjadi apa-apa dan tak ada hubungan antara G-20 dengan situasi krisis dan perang dengan masalah ekonomi di negeri sendiri.
Dalam masa krisis, pandemic Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina, rakyat di Indonesia utamanya kaum perempuan di pedesaan dan perkotaan juga mengalami penderitaan hebat. Meski tidak dalam situasi perang agresi seperti di Ukraina, masalah kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng, kedelai, dan harga kebutuhan pokok saat ini telah menjadi serangan telak yang memukul kehidupan kaum perempuan. Di saat yang sama harus menelan pahit dari rendahnya upah buruh industrial dan buruh tani, meningkatnya biaya kesehatan dan pendidikan di saat utang kaum tani semakin tinggi, harga komoditas pertanian semakin rendah, serta bencana gempa bumi, banjir, longsor, dan kekeringan di berbagai daerah telah membuat kaum perempuan Indonesia semakin tenggelam dalam penderitaan.
Masalah minyak goreng bukanlah persoalan biasa. Pemerintah Indonesia dan barisan pendukungnya sibuk berargumentasi tentang tingginya harga Crude Palm Oil (CPO) dunia dan permainan kartel sebagai masalah utama. Namun,masalah ini sudah cukup membutikan bahwa tak ada yang bisa diharapkan oleh rakyat dari monopoli tanah puluhan juta hektar untuk perkebunan besar sawit yang telah membuat Indonesia sebagai negeri dengan perkebunan sawit dan produksi Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil/CPO) terbesar di dunia. Di negeri agraris yang kaya dengan kelapa dan perkebunan sawit terluas di dunia, tetapi mengalami masalah minyak goreng.
Pemerintah sibuk operasi tindakan spekulan, pembelian panik (panic buying), serta menegaskan pemberian subsidi minyak goreng untuk mengatasi masalah semakin invalid dan konyol. Karena kenyataannya, rakyat dan mayoritas kaum perempuan harus berjuang sendiri, antrian panjang, melelahkan dan berebut membeli minyak goreng yang sangat terbatas, dengan mengandalkan utang, upah yang sudah sangat rendah nilainya, atau bahkan harus menggadai barang, sawah dan ladang karena tak ada lagi yang bisa digunakan untuk belanja. Sedangkan, pemerintah hanya terus berupaya meredam rakyat dan menyembunyikan akar masalah yang sebenarnya, kerapuhan dan kegagalan ekonomi terbelakang setengah feudal berbasis monopoli tanah untuk produksi komoditas berorientasi ekspor dibawah dominasi imperialism Amerika Serikat di Indonesia. Ketergantungan pada monopoli komoditas, pasar, dan harga minyak dunia tidak terelakkan menjadi penyebab kelangkaan minyak goreng bagi rakyat.
Seluruh situasi ini menghubungkan nasib rakyat di seluruh negeri. Rakyat dan kaum perempuan Rusia dan Ukraina harus bangkit, bersatu menghancurkan klas berkuasa, presiden gila perang di negerinya masing-masing. Dalam waktu bersamaan bergandengan tangan dengan seluruh kaum buruh dan perempuan dari negeri imperialis serta kaum buruh dan kaum tani dari negeri setengah jajahan dan setengah feodal untuk menggulingkan imperialis di negerinya dan seluruh dunia. Tuntutan menghentikan perang harus digemakan sekuat mungkin. Tuntutan persatuan rakyat tertindas dan terhisap dunia untuk menghentikan perang adalah berbeda dengan tuntutan menghentikan perang yang disuarakan oleh Amerika Serikat dan sekutunya yang hipokrit dan palsu. Mereka, sekali lagi, meneriakkan penghentian perang sembari membiayai perang, mengirim senjata, menghasut dan mendidik tentara reaksioner, mengambil keuntungan dari perang dan berharap perang bisa berlangsung lama.
Rakyat Indonesia utamanya kaum perempuan tertindas dan terhisap seluruh klas dan sektor harus ambil bagian aktif dalam kerja kemanusiaan anti perang. Seluruh barisan organisasi dan massa luas harus ambil bagian dalam perjuangan mengakhiri perang secara aktif dalam kerangka memerosotkan dominasi imperialisme di Indonesia dan dunia. Di dalam negeri, perjuangan untuk pembebasan rakyat dan kaum perempuan harus diintensifkan. Bahu membahu membangkitkan, mengorganisasikan dan menggerakkan kaum perempuan dalam organisasi demokratis, maju dan modern dalam rangka memenangkan tuntutan- tuntutan mendesak dan perjuangan jangka panjang mewujudkan land reform sejati dan pembangunan industri nasional.
Dalam momentum Hari Perempuan Internasional 2022 ini, FPR juga menegaskan tuntutan:
1. Hentikan serangan Rusia atas Ukraina.
2. Hentikan bantuan dan dukungan imperialis Amerika Serikat dan NATO terhadap Ukraina.
3. Berikan bantuan kemanusiaan untuk perempuan dan anak-anak.
4. Menuntut minyak goreng murah, sehat, dan mencukupi kebutuhan semua rakyat Indonesia di berbagai daerah.
5. Hancurkan monopoli atas tanah untuk perkebunan besar kelapa sawit di Indonesia.
6. Menuntut produksi minyak goreng yang sehat, tidak merusak lingkungan dan tanpa monopoli.
7. Menuntut kebebasan berekspresi, berpendapat, berorganisasi dan hak bagi rakyat untuk berjuang memperbaiki dan merombak keadaan hidup secara fundamental.
Jakarta, 8 Maret 2022
Hormat kami
![]() |
Front Perjuangan Rakyat
(FPR)
Rudi HB. Daman
Koordinator Umum
Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU-Indonesia), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN), Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI), Institute for National and Democracy Studies (INDIES)