BREAKING

Kamis, 07 Maret 2019

Pernyataan Sikap Hari Perempuan Internasional 2019


“PEREMPUAN INDONESIA BERSATU DAN BERJUANG BERSAMA RAKYAT MELAWAN KEBIJAKAN DISKRIMINASI DAN TINDASAN FASIS REZIM JOKOWI-JK”

Sejarah telah mencatat bahwa pada tanggal 8 Maret 1857 terjadi demonstrasi perempuan kelas buruh dari berbagai pabrik di New York, Amerika Serikat yang menuntut penghapusan diskriminasi dalam hubungan produksi dan membawa tuntutan kelas buruh untuk pengurangan jam kerja dan perbaikan kondisi kerja. Kemudian pada tahun 1908, diselenggarakan peringatan peristiwa 8 Maret 1857 dalam sebuah Rapat Umum yang diikuti oleh 30.000 perempuan kelas buruh dan para pendukungnya. Tuntutan utama masih terus dikumandangkan dan tuntutan tentang hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum mulai disuarakan. Kemudian pada tahun 1910, dalam Kongres Internasional Perempuan Kelas Buruh, Clara Zetkin (pemimpin lembaga perempuan pada partai Demokrasi Sosialis Jerman) mengusulkan bahwa tanggal 8 Maret harus diperingati sebagai hari perlawanan kaum perempuan kelas buruh dan upaya untuk membangkitkan gerakan pembebasan perempuan di dalam garis perjuangan. 
Setelah 111 tahun berselang, situasi perempuan di Indonesia dan di berbagai negeri terutama di negeri jajahan dan negeri setengah jajahan setengah feodal masih sama. Akar ketertindasan perempuan disebabkan karena adanya masyarakat berklas, adanya kepemilikan pribadi dan akumulasi produksi menyebabkan perempuan dalam belenggu dominasi budaya feodal patriarchal. Di aspek ekonomi perempuan buruh pabrik dan buruh kebun masih mengalami diskriminasi upah dan kondisi kerja yang buruk. Monopoli tanah oleh korporasi asing dan Negara sebagai tuan tanah di negeri setengah jajahan dan setengah feodal ini menjadi contoh nyata bahwa masyarakat berklas dan kepemilikan pribadi masih eksis dan menindas utamanya ialah kaum perempuan. Adanya akumulasi produksi oleh borjuasi besar komprador disokong penuh oleh rezim boneka imperialis Amerika Serikat menjadikan perempuan semakin miskin karena pastisipasi perempuan dalam industry hanya dipakai untuk menyediakan tenaga kerja murah dengan karakter tenaga produktif yang terbelakang.
Di aspek politik, partisipasi perempuan masih sangat rendah. Bahkan kini, di fase pemerintahan Jokowi 2014-2019 jumlah anggota DPR RI perempuan hanya 97 orang atau sekitar 17,32 persen dari total 560 orang. Angka ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota DPR RI wanita periode 2009-2014 yang berjumlah 100 orang atau 17,86 persen dari total 560 jiwa. Maka yang menjadi persoalan bukanlah kuota 30% keterwakilan perempuan di lembaga tersebut, melainkan system patriarkhi yang masih dominan di negeri setengah jajahan dan setengah feodal ini.
Di aspek kebudayaan, akses perempuan terhadap pendidikan dan kesehatan reproduksi juga masih rendah. Kaum perempuan banyak terjebak perkawinan anak, tak lain dan tak bukan hanya karena ingin keluar dari kemiskinan sebab rendahnya tingkat pendidikan dan kesempatan kerja. Gerakan perempuan dikanalkan pada organisasi-organisasi dibawah control pemerintah. Tidak berdaya membangun gerakan yang mengusung aspirasi yang sesungguhnya dari kaum perempuan untuk terbebas dari belenggu budaya feodal patriarchal dan turut aktif dalam partisipasi produksi seperti dulu saat belum muncul masyarakat berklas.
Tentang RUU PKS (Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) yang kini tengah menjadi perhatian di kalangan gerakan perempuan di Indonesia, sesungguhnya hanya dijadikan komoditas politik rezim semata demi meraup simpatik dari kalangan perempuan di dalam negeri dan juga kalangan internasional bahwa seakan-akan Indonesia sudah memberikan perhatian yang serius terhadap kaum perempuan dan selah menjadi Negara demokrasi yang besar, padahal kenyataannya NOL BESAR. Sebab, jika ditilik dari sejarahnya, RUU ini sudah sejak lama digaungkan kalangan gerakan perempuan untuk disahkan. Jika Jokowi berniat baik melindungi kaum perempuan dari pelecehan dan kekerasan seksual, harusnya sejak dia terpilih menjadi presiden RUU ini menjadi PR pertama yang diselesaikannya. Jika dipelajari secara mendalam RUU ini sangatlah idealis dan jauh dari kesadaran sosial perempuan hari ini. Sebab, perlu dicatat bahwa problem pokok perempuan tidak akan selesai dengan hanya disahkannya RUU PKS ini. Selama monopoli dan perampasan tanah masih eksis di negeri ini, maka selama itu pula system dan budaya feodal patriarkal akan terus menindas kaum perempuan Indonesia tanpa kecuali.
Hiruk pikuk pesta demokrasi semakin menunjukkan kebaikan-kebaikan palsu pemerintah hari ini. Enam belas paket kebijakan Jokowi semakin nyata memiskinkan rakyat karena membuka kran investasi asing seluas-luasnya sehingga terjadi privatisasi, deregulasi, dan liberalisasi kebijakan dalam negeri. Maka jangan pilih presiden yang gagal menyelesaikan problem perempuan dan rakyat, dan bersiaplah untuk melancarkan perjuangan yang lebih keras dan massif jika rezim baru terpilih.
Atas dasar kondisi dan situasi perempuan Indonesia hari ini dibawah dominasi system masyarakat setengah jajahan dan setengah feodal, maka tidak ada pilihan lain bagi kaum perempuan selain menyatukan diri dalam organisasi, memperkuat dan meluaskan gerakan demokratis nasional, melebur dengan perjuangan klas buruh dan kaum tani melawan segala bentuk kekerasan dan penindasan, untuk mewujudkan reforma agraria sejati demi membangun industri nasional yang mandiri dan berdaulat menuju pembebasan sejati kaum perempuan Indonesia.
Atas dasar keadaan tersebut, kami SERUNI (Serikat Perempuan Indonesia) dalam momentum Peringatan Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2019 menyatakan sikap dan tuntutan:

1.   Cabut seluruh paket kebijakan ekonomi jokowi yang terbukti semakin memiskinkan dan memerosotkan penghidupan kaum perempuan dan rakyat Indonesia.
2.   Hentikan seluruh bentuk persekusi dan penangkapan terhadap perempuan pejuang HAM, serta hentikan segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi terhadap perempuan
3.   Jalankan Land Reform Sejati dan Distribusikan Tanah Bagi kaum tani dan Perempuan tani
4.  Perbaiki upah perempuan buruh pabrik dan Buruh Tani Di Perkebunan, serta perbaiki kondisi kerja perempuan buruh pabrik dan Buruh Tani Di Perkebunan
5.   Berikan kepastian kerja bagi perempuan buruh pabrik dan Buruh Tani Di Perkebunan
6.   Hentikan penggusuran atas nama infrastruktur dan percepatan pembangunan.
7.  Turunkan harga kebutuhan pokok, bebaskan buruh, petani dan rakyat miskin dari pajak dan berbagai pungutan lainnya.
8.   Libatkan perempuan yang tertindas dan terhisap dalam setiap pengambilan keputusan.
9.   Berikan kebebasan berorganisasi dan berserikat bagi perempuan terutama perempuan buruh dan tani di pedesaan.

SERUNI menyerukan kepada seluruh perempuan dan rakyat Indonesia untuk bersatu dan berjuang bersama melawan kebijakan dan tindakan fasis Jokowi-JK serta berbagai bentuk kekerasan dan kriminalisasi terhadap kaum perempuan. Kita harus bersatu menolak segala usaha dan cara pecah-belah terhadap kaum perempuan dan rakyat yang menjauhkan dari perjuangan atas masalah dan tuntutan kongkret hak-hak demokratis kaum perempuan.

Hidup perempuan Indonesia!
Hidup seluruh rakyat tertindas!

Jakarta, 8 Maret 2019
Hormat Kami,
SERUNI (Serikat Perempuan Indonesia)




Helda Khasmy                                                                           Triana Kurnia Wardani


        Ketua                                                                                                     Sekjend




About ""

SERUNI atau Serikat Perempuan Indonesia adalah organisasi perempuan yang memiliki cita-cita kesetaraan gender dan kehidupan lebih baik bagi perempuan Indonesia.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 SERUNI
Design by FBTemplates | BTT