BREAKING

Jumat, 15 Mei 2020

JUSTICE FOR ANIS: GALANG SOLIDARITAS KAUM PEREMPUAN DAN RAKYAT TERTINDAS


Kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk primitif dari dilanggengkan nya sistem feodal patriarkal di negeri setengah jajahan dan setengah feodal seperti Indonesia. Lewat kebijakan dan kekuasaan nya Rezim boneka imperialis Joko widodo terus melanggengkan sistem feodal patriarkal, seluruh kebijakan dan program imperialis Amerika Serikat dan negara bonekanya di seluruh dunia tidak bertujuan untuk membebaskan kaum perempuan, tetapi membelenggu kaum perempuan dalam sistem yang sama bahkan memobilisasi kaum perempuan untuk mempertahankan sistem yang menindas dan menghisap kaum perempuan.
Selama imperialisme masih berdominasi di seluruh dunia, selama pemerintahan bonekanya masih berkuasa di banyak negeri, selama itu pula krisis dan ketimpangan klas serta diskriminasi atas perempuan pekerja, dan penindasan patriarkal kaum laki-laki tetap dilestarikan dan bahkan digunakan untuk mempertahankan sistem. Sudah periode kedua Joko Widodo menjabat sebagai presiden tetapi kasus kekerasan terhadap perempuan tidak pernah selesai bahkan meningkat setiap tahun nya.
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan pada tahun 2019 meningkat sebesar 6 %. Jumlah kasus kekerasan terahadap perempuan tahun 2019 sebanyak 431.471 kasus, jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 406.178. Berdasarkan data-data yang terkumpul tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling tinggi sama seperti tahun sebelumnya adalah KDRT/RP (ranah personal) yang mencapai angka 75% (11.105 kasus).  (CATAHU Komnas Perempuan 2020)
Untuk kekerasan di ranah rumah tangga/relasi personal, selalu sama seperti tahun-tahun sebelumnya kekerasan terhadap istri menempati peringkat pertama 6.555 kasus (59%), disusul kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 2.341 kasus (21%). Kekerasan terhadap anak perempuan di tahun ini meningkat di banding tahun 2018, mengalahkan kekerasan dalam pacaran 1.815 kasus (16%), sisanya adalah kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. (CATAHU Komnas Perempuan 2020)
Kekerasan terhadap perempuan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ada sebanyak 329 kasus pada 2019. 184 kasus adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 43 kasus kekerasan dalam pacaran, 32 kasus perkosaan, 35 kasus pelecehan seksual, 31 kasus kekerasan dalam keluarga (nonpasangan), perdagangan manusia 1 kasus dan lain-lain 3 kasus. (sumber: Rifka Annisa Woman Crisis Center, medcom.id)
Di masa pandemi ini kekerasan terhadap perempuan rentan terjadi, kebijakan dan upaya pemerintah dalam menangani covid-19 masih sangat jauh dari aspirasi masyarakat. 2,8 juta lebih buruh di indonesia di PHK dan dirumahkan (sumber: cnbcindonesia) hal tersebut merupakan salah satu dampak dari upaya pemerintah yang tidak serius menangani covid-19 ini, akibatnya rakyatlah yang paling banyak terkena dampaknya.
Struktur sosial patriarkal, perempuan yang menggantungkan hidupnya dari penghasilan suaminya, dan suaminya itu adalah seorang buruh yang di-PHK atau dirumahkan. Dengan kondisi seperti ini, perempuan (istri) yang harus memastikan dapurnya terisi, anggota keluarganya bisa makan hari ini dan esok. Perempuan yang terkena dampak dua kali lebih hebat, tidak adanya pemasukan ekonomi menjadi pemicu pertengkaran dan kekerasan dalam rumah tangga.
Lembaga Bantuan Hukum – Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta merilis temuan bahwa kekerasan terhadap perempuan selama pandemi COVID-19, khususnya sejak diterapkannya kebijakan social distancing dan work from home, mencapai 97 kasus. Jumlah ini cukup besar dalam kurun waktu satu bulan 16 maret – 19 april, dan kasus tertinggi adalah kekerasan dalam rumah tangga hingga 33 kasus. (beritabaru.co)
Tidak adanya keberpihakan dari negara terhadap perempuan terlihat dari pengadilan perceraian yang mana pihak yang mengajukan gugatan cerai harus menanggung biaya pengadilan. Kenyataan tersebut tentu sangat memberatkan bagi perempuan yang sudah berkeluarga dan mengalami KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) kemudian memilih untuk mengakhiri pernikahan tersebut, sebab di tengah perempuan yang menggantungkan hidupnya secara ekonomi dari pendapatan suami akan sulit bagi perempuan untuk bisa megajukan gugatan cerai akibat tidak memiliki uang untuk membayar pengadilan agar perceraiannya dapat diproses oleh pengadilan. 
Ketimpangan akibat dari diskriminasi secara ekonomi yang dialami oleh kaum perempuan telah menyebabkan dirinya tidak memiliki pilihan yang luas terhadap hidupnya. Keberanian perempuan untuk mengambil pilihan-pilihan diluar dari keadaannya selalu membentur keadaan yang semakin menyulitkan bagi dirinya. Bergantungnya perempuan (istri) pada ekonomi dari hasil pendapatan suaminya menyebabkan perempuan untuk tidak berani mengambil tindakan untuk bercerai ketika terus mangalami tindakan kekerasan dan perlakuan tidak adil lainnya akibat gambaran tentang bagaimana ia dapat membiayai proses persidangannya dan bagaimana ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari selama masa proses perceraian dan setelah bercerai, telah banyak membuat kaum perempuan untuk terus pasrah dan menerima kenyataan atas hidup yang mereka alami.
Seperti kasus yang di dampingi oleh Seruni Yogyakarta, Anis (nama samaran) adalah Ibu Rumah Tangga, memiliki dua orang anak dan hanya bergantung hidup dari penghasilan suaminya. Satu tahun terakhir ini Anis sudah tidak dinafkahi, bahkan Anis sering mengalami kekerasan oleh suaminya. beberapa kali Anis ditonjok, ditendang, dikalungi celurit, bahkan diseret di tangga rumah.  Anis tidak bisa melawan karena ketika ia melawan, suaminya akan lebih menyiksanya.
Sudah hampir satu tahun suami Anis tidak pernah pulang kerumahnya, sesekali pulang kerumah dengan keadaan mabok alkohol. Pada saat itu Anis sedang tidur dengan anak terakhirnya lalu suaminya pulang dalam keadaan mabok langsung menendang Anis di depan anaknya.
Dengan keadaan tersebut Anis sudah tidak sanggup lagi untuk mempertahankan rumah tangganya. Pada awal 2020 Anis ingin mengajukan cerai. Mengingat Anis tidak punya penghasilan untuk membayar pengadilan dan kebutuhan hidup sehari-hari untuk dia dan dua orang anaknya, maka Seruni Yogyakarta menggalang solidaritas untuk membantu Anis. Ditengah kondisi Anis yang hanya hidup dari menggantungkan penghasilan suaminya dan jika ia bertahan itu menyiksanya, negara juga memeras Anis untuk membayar pengadilan untuk bercerai.
Melihat hal tersebut di negara yang masih melanggengkan feodal patriarkal, kekerasan terhadap perempuan tidak akan pernah bisa dihilangkan. Sistem feodal patriarkal ini yang terus memelihara bahwa perempuan masih di-nomorduakan. Maka tidak ada pilihan lain bagi kaum perempuan untuk bersatu dan berjuang melawan kekerasan dan mengahuncurkan sistem yang terus membuat perempuan tidak berdaulat secara ekonomi, politik dan kebudayaan.
Seruni Yogyakarta juga mengajak kawan-kawan untuk dapat bersolidaritas membantu Anis untuk membiayai kehidupan dan proses persidangannya.

Bantuan dapat disalurkan melalui Rekening
Mandiri 9000045628097 a/n Ana Mariana Ulfah
BRI 100801005346537 a/n Ana Mariana Ulfah
Info lebih lanjut hubungi
Cp : 0852-9391-6838



About ""

SERUNI atau Serikat Perempuan Indonesia adalah organisasi perempuan yang memiliki cita-cita kesetaraan gender dan kehidupan lebih baik bagi perempuan Indonesia.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 SERUNI
Design by FBTemplates | BTT