DPP Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) – Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Komite Aksi Satu Mei Nasional
“Kaum Buruh Bangkit Berjuang Untuk Industri Nasional
Berbasiskan Pada Kemenangan Land Reform Sejati”
Hari Buruh Internasional sengaja diperingati di setiap tanggal satu Mei sebagai alaram pembangkit, penyadar sekaligus alaram tanda bahaya bagi seluruh kaum buruh se-dunia akan kejahatan kaum kapitalis dan sistemnya. Peringatan Hari Buruh Internasional sekali lagi mengingatkan dengan keras berdasarkan pengalaman nyata bahwa sekalipun hak-hak dasar ekonomi politik dan kebudayaan kaum buruh telah ditulis dan diratifikasi oleh Konvensi Internasional dan berbagai regulasi nasional berbagai bangsa, tidak satu pun hak tersebut akan diberikan begitu saja, dengan sendirinya dan cuma-cuma oleh kaum kapitalis. Pelajaran Satu Mei ratusan tahun lalu mengingatkan kaum buruh bahwa seluruh yang bisa diperolehnya dari kapitalis dan negaranya harus menempuh jalan berjuang. Dan perjuangan semacam itu akan terus berlangsung hingga kaum kapitalis dan sistemnya yang lahir sejak abad ke-17 itu lenyap dari dunia. Dunia hanya indah, adil, damai bagi kaum buruh apabila kaum kapitalis dan sistemnya lenyap dari dunia. Produksi massal hanya cukup bagi semua, bila keserakahan segelintir klas tersebut dapat diakhiri.
Dalam sistem kapitalis, barang keperluan hidup produksi kaum buruh numpuk di supermarket dan gudang-gudang raksasa sementara orang miskin kelaparan termasuk kaum buruh sendiri tidak bisa berbuat apapun hidup untuk menjangkaunya. Daya belinya terlalu rendah karena “daya jual tenaga kerja” nya yang ekstrem rendahnya. Mesin-mesin dan peralatan pertanian ada di dealer-dealer menumpuk tidak terjangkau dan terpakai sementara kaum tani harus tetap mencangkul mengerahkan sepenuh tenaga fisiknya karena komoditasnya dan bahkan tenaga kerjanya tidak berharga. Di bawah sistem kapitalis, pengetahuan dan produksi massal modern hanya untuk memperoleh laba semuanya berubah menjadi laba-laba monster raksasa yang menghisap keringat dan darah kaum buruh.
Kacau! Jutaan rakyat Amerika Serikat hidup dari pembagian dana sejumlah U.S $1400. Presiden baru Amerika Serikat Joe Biden memaksa Kongres untuk menyetujui dana trilyunan dollar Amerika untuk keperluan tersebut karena upah buruh sangat rendah dan pengangguran yang merajalela. Pada saat yang sama jutaan orang dari berbagai negeri Amerika Latin rela membangun tenda di perbatasan Mexico agar dapat memasuki tanah Amerika dengan dambaan hidup yang lebih baik. Seperti apa hidup d negeri-negeri itu bila di Amerika saja orang harus dibagi uang $1400 dollar untuk bertahan hidup?
Di Indonesia sendiri, jutaan orang mengadu nasib mencari pekerjaan yang bisa menghidupinya ke Hongkong, Malaysia, Arab, Korea, Australia hingga Eropa meskipun penuh penderitaan di tempat itu. Baginya tetap lebih baik daripada bertahan di pedesaan Indonesia atau bekerja di pabrik dan kaki lima. Mayoritas lainnya memiliki aspirasi kurang lebih sama, pergi dari kampung, dari rumah. Salah-satu alasan tidak ambil bagian dalam migrasi terpaksa itu karena tidak kuat berpisah dengan keluarganya. Hanya segelintir di pedesaan yang masih ada harapan memperbaiki hidup, lainnya menjalaninya dengan pasrah.
Hari Buruh Internasional Satu Mei 2021 diperingati dalam situasi krisis internasional semacam itu dan krisis kronis Indonesia yang terus memburuk. Sistem kapitalisme yang sekarat dan parasit yang hidup dari memeras kerja kaum buruh dan kaum pekerja lainnya, imperialisme, tidak akan menyerah atau meregang nyawa begitu saja. Bahkan di tingkat perkembangan tertinggi dan terakhirnya seperti sekarang, imperialis berusaha mempertahankan dominasinya secara membabi buta. Kaum kapitalis tidak hanya merampas hasil kerja dalam pabrik-pabrik, pertanian dan perdagangan. Pandemi COVID-19 yang sangat berbahaya dan mengancam nyawa manusia diubah sedemikian rupa sebagai instrumen baru untuk menghisap rakyat dari seluruh dunia dan menindas hak-hak demokratis dalam lapangan politik dan kebudayaan.
Kaum pekerja yang miskin bahkan para pengangguran yang sudah sejak lama tidak bisa hidup dengan pekerjaan layak, terpaksa mencukupi keperluan hidup dari apa yang disebut sebagai “jaminan atau bantuan sosial”, kini harus ikut-ikutan membayar pemeriksaan kesehatan, membeli dan menggunakan masker ke mana-mana. Satu bangsa harus gotong-royong menanggung utang baru membeli vaksin dari perusahaan farmasi monopoli dunia yang dengan obat dan suplemen makananannya terus memproduksi penyakit baru yang lebih berbahaya bagi klas buruh yang memproduksinya dan kaum tani yang menyediakan bahan mentah bagi obatnya. Mereka terus melahirkan varian virus, bakteri, jamur, bahkan serangga penyebarnya dalam jumlah besar, lebih berbahaya dan tidak tertangani.
Kaum imperialis dan negaranya beserta seluruh kaki tangannya di berbagai negeri bersatu cuci tangan atas seluruh krisis kemanusiaan dan alam yang tengah berlangsung. Rakyat seluruh dunia dipaksa untuk mengakui dan menerima begitu saja bahwa seluruh kerusakan besar-besaran dari peradaban ini adalah akibat dari kebijakan, keputusan dan tindakan bersama, tindakannya rakyat juga! Sungguh sulit dibayangkan, bahwa raihan hasil kerja keras umat manusia dan capaian tertinggi dari perjuangannya di dunia ini di bawah kapitalis monopoli internasional hanyalah manusia yang tidak bebas ke mana-mana dan menggunakan masker di jalan-jalan, di tempat tinggal hingga tempat tidur.
Penderitaan bahkan kefrustrasian meluas di kalangan kaum buruh, kaum tani, berbagai klas dan sektoral pekerja lainnya. Mempertahankan hidup dan hak dasar demokratis yang tersisa di tangan memerlukan kerja dan pertarungan yang tidak biasa. Buruh yang telah memiliki kesadaran maju di beberapa negeri imperialis membulatkan tekad hingga ujung kemampuannya memobilisasi kaum buruh lainnya untuk menggempur klas reaksioner yang berkuasa. Mereka mengadakan demonstrasi, pawai, pemogokan umum damai yang keseluruhannya berakhir dengan kekerasan bersenjata. Kaum buruh yang berkesadaran maju, sadar sepenuhnya bahwa tuntutan perbaikan sistem tidak relevan lagi dengan krisis yang telah berubah sedemikian rupa menjadi mesin jagal klas reaksioner yang sangat jahat atas para pekerja.
Pandemi Covid-19 telah dua tahun menyerang dunia. Mesin militer dan kepolisian bersenjata lengkap menjaga jalan-jalan utama dan bangunan institusi utama serta kekayaan klas yang berkuasa di seluruh dunia dari aksi massa, termasuk di negeri imperialis yang menyebut dirinya sendiri sebagai negeri demokrasi liberal dengan “dunia bebas dan masyarakat terbuka”. Kaum kapitalis monopoli internasional dan negaranya telah menjadikan Covid-19 sebagai dasar yang sangat “manusiawi” untuk menanamkan kapital finansnya yang “tidak berperikemanusiaan” dalam jumlah sangat besar berupa utang dan investasi di negeri-negeri miskin seperti Indonesia, yang untuk membeli vaksin Covid-19 pun harus utang dan antri.
Lihat para pemimpin Indonesia. Setiap hari membanggakan dan memuja kerjanya sendiri bahwa Indonesia adalah negeri terbesar ke-tiga dalam memberikan vaksin pada rakyatnya setelah China dan India. Mereka tidak mempertanyakan kemampuan diri dan bangsanya serta kemampuan ratusan bangsa terbelakang lainnya kenapa tidak bisa membuat vaksin Covid-19. Bahkan formulasi vaksin dunia lainnya diberi nama Vaksin Nusantara. Mereka bersujud sukur tiada terkira karena merasa sukses “melobi” perusahaan farmasi jahanam besar untuk mendahulukan pesanannya. Salah-satu gubernur di Brazil, calon presiden penantang Presiden Bolsonero, mati-matian berusaha mendatangkan vaksin sendiri dari China agar dapat memenangkan pemilihan presiden mendatang di Brazil. Dan Bolsonero sendiri dianggap anti rakyat karena menghalangi upaya itu.
Serikat buruh sejati menyadari seluruh kondisi ini sebaik-baiknya, mencatatnya sebagai bukti kejahatan kapitalis sekarat dan parasitis, yaitu imperialisme beserta kaki tangannya di Indonesia. Pada saat kaum buruh membutuhkan tambahan uang untuk bertahan hidup, pemerintah menawarkan vaksin dan memperketat protokol kesehatan. Mereka divaksin pada saat tidak ada lagi makanan yang bisa dikunyah untuk mengganjal perut. Uang habis untuk belanja vaksin, selisih pembelian impor tidak pernah kecil. Mereka berlomba menyatakan dirinya paling berjasa dalam pengadaannya agar dapat menjadi pihak paling berhak memperoleh selisih harga vaksin impor tersebut.
Tunjangan Hari Raya Idul Fitri (THR) membutuhkan pertarungan untuk mendapatkannya. Jauh sebelum Pandemi Covid-19, pembayaran THR untuk buruh selalu membutuhkan perjuangan keras seperti sekarang. Tidak ada yang diberikan begitu saja, secara cuma-cuma, tidak ada kaum kapitalis yang bisa memberi THR dengan tulus dan iklas. Kaum kapitalis akan bangkrut, berhenti menjadi kapitalis bila tiba-tiba bisa memberi dengan tulus dan ikhlas. Dulu alasannya krisis harga, krisis keuangan, krisis perdagangan, sekarang alasannya Pandemi Covid-19. Untuk meningkatkan upah 12 bulan tentu lebih berat lagi. Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan peraturan pengganti Peraturan Pemerintah No.78 2015 yang sebelumnya ditentang kaum buruh karena kejahatannya menghalangi pembagian hasil produksi yang adil bagi kaum buruh. Presiden Joko Widodo mengabaikan seluruh tuntutan buruh untuk mengubah PP78 tersebut, sekarang dia justru mengubahnya sendiri untuk memenuhi tuntutan imperialis setelah sukses mengundangkan Undang-Undang No.11 th 2020 Omnibus Cipta Kerja.
Karena itu kaum buruh menuntut THR jauh hari, karena sadar meskipun tidak ada Covid-19, meskipun ada laba besar di tangannya, kaum kapitalis juga negaranya tidak akan memberikan THR begitu saja pada kaum buruh. Kaum buruh sendiri yang harus menuntut haknya dan harus memaksanya dengan kekuatan kaum buruh sendiri secara bersama dengan bantuan klas-klas pekerja lainnya yang berkepentingan atas perubahan nasib bersama secara fundamental di Indonesia.
Berhati-hatilah. Kaum kapitalis hanya bisa berbuat baik pada segelintir buruh, bersedia memberikan THR begitu saja bahkan lebih, memberikannya upah melebihi kaum buruh umumnya, agar segelintir buruh yang tidak sadar itu bersedia bekerja padanya untuk menindas mayoritas buruh, kawan se-serikat dan se-kerjanya sendiri. Kaum kaiptalis tidak pernah berbuat semacam itu pada mayoritas atau keseluruhan buruh yang bekerja padanya. Sebaiknya, segelintir buruh yang diperlakukan baik oleh kapitalis tetap bersama dengan mayoritas buruh lainnya, sama-sama menuntut berbasiskan aspirasi dan kepentingan bersama. Membayar dan memperkaya segelintir agar tetap berkuasa atas mayoritas, begitulah karakter melekat pada kapitalis dari lahir hingga mati.
Sekali lagi, peringatan Hari Buruh Internasional adalah pengingat bagi kaum buruh akan karakter asli, karakter bawaaan yang melekat pada kapitalis dan sistemnya. Ia tidak pernah memberi begitu saja pada mayoritas buruh, dia sanggup memberi pada segelintir buruh, agar bisa membantunya menindas mayoritas kaum buruh yang bekerja pada sistemnya. Hal tersebut telah membuat kaum buruh sulit untuk bersatu, sulit untuk menyatukan kekuatan untuk mengalahkan kapitalis dan menghancurkan sistemnya meskipun kejahatan kapitalis telah sangat nyata.
Pada peringatan Hari Buruh Internasional Satu Mei 2021 ini, kami menuntut dengan keras apa yang menjadi hak dasar kaum buruh dan juga rakyat tertindas dan terhisap lainnya yang tidak akan diberikan begitu saja oleh kaum kapitalis dan negaranya.
Sebelum kami menuntut hal lainnya, kami meminta agar kebebasan berserikat bagi kaum buruh, kebebasan berjuang tidak lagi dikriminalkan. Kami menuntut agar seluruh rakyat dan para aktivisnya yang masih dipenjara dan ditahan secara sewenang-wenang, dengan bukti sepihak dan tidak berdasar harus segera dikeluarkan pada momentum Hari Buruh Internasional ini. Kawan Ahmadsyah (Eben) beserta anggotanya dari DPD GSBI Sumatera Utara harus dibebaskan tanpa syarat! Dia kawan kami, kawan rakyat dan kaum buruh. Dia bertindak atas nama rakyat dan kaum buruh. Bilapun ada kesalahan yang telah diperbuat, sangat tidak sepadan dengan kesalahan kaum kapitalis memeras upah buruh dan memperpanjang jam kerja yang mereka lakukan bertahun-tahun.
Bersama dengan hal tersebut kami menuntut pada kapitalis, pada negara dan pemerintah:
1. Berikan Cuti Hari Raya dan THR secara penuh pada kaum buruh. Tidak ada alasan bagi kapitalis besar komprador untuk tidak membayarnya. Sementara bagi pengusaha nasional yang tidak bergantung pada ekspor dan impor, bila tidak sanggup membayar THR kaum buruh, negara harus mengambil alih tanggung-jawabnya.
2. Perbaiki upah bagi kaum buruh. Harga tenaga kerja buruh sangat murah sementara keperluan hidup terus meningkat sangat cepat dan secara harian. Produksi terus berjalan di tengah Covid-19, hasil produksi terus diekspor, investor terus memperoleh laba dan bunga, bahkan negara terus memperoleh pajak. Buruh dapat apa? Kami menuntut pembagian hasil kerja kami sendiri, bukan ikan asin dan baju rombengan di pasar.
3. Kami meminta kompensasi Covid-19 bagi kaum buruh yang cukup dan adil-merata, juga kompensasi bagi kaum tani dan rakyat Indonesia lainnya.
4. Cabut Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Omnibus Cipta Kerja dan regulasi turunannya. Peraturan lama tentang kerja dan upah sudah menindas dan menghisap, kenapa pula malah buat lagi peraturan yang lebih menindas dan menghisap sebagai gantinya demi investasi dan utang imperialisme. Cabut Omnibus Cipta Kerja beserta peraturan anak-cucunya! Cabut Undang-Undang Omnibus Cipta Kemiskinan dan Pengangguran, Cipta Krisi ini sekarang juga!
5. Beri kaum tani penggarap bagi hasil yang adil di perkebunan besar kayu, sawit, karet, gula, serta perkebunan besar komoditas ekspor lainnya milik Imperialis dan Tuan Tanah Besar di Indonesia. Hasil komoditas kaum tani diekpor murah terus, bahan baku industri dalam negeri susahh terus. Tanah luas, tenaga kerja besar, bahan pangan kekurangan terus, impor terus.
6. Perbaikan upah buruh tani sekarang juga terutama bagi mereka yang bekerja di perkebunan besar komoditas di seluruh Indonesia. Upah tidak pernah lebih dari 50 ribu dalam sehari, tenaga laku kadang cuma sepuluh hari. Buruh tani mau makan apa, anaknya bisa sekolah di mana, bantuan ekonomi disebut bantuan sosial. Pertanian monopoli monokultur terbelakang-tradisional bayar upah buruh tani 50 ribu ngeluh, tanah digarap kaum tani sendiri secara langsung tidak boleh, tidak dibantu. Tanah dan kredit hanya diberi pada tuan tanah besar.
7. Hapuskan Peribaan sekarang juga. Lintah darat apapun alasannya adalah kejahatan. Jangan ambil lagi tanah kaum tani karena riba di pedesaan. Jangan manfaatkan lagi ketidak-mampuan kaum tani dan buruh tani untuk hidup dan produksi di pedesaan. Bantu keluar dari riba bukan memanfaatkannya dengan memberikan sertfikat berkedok reforma agraria untuk digadaikan.
8. Sediakan pupuk yang banyak dan murah. Juga bibit, obat pertanian, alat pertanian. Alat di dealer numpuk, harga mahal, pemerintah memberi kalau ada pemilu dan pilkada. Merek obat pertanian tidak ada yang berbahasa Indonesia, bahan mentahnya ada semua di negeri Indonesia. Pakan ikan Cuma dari tepung ikan, bungkil kedelai dan jagung. Hingga sekarang 350 ribu per karung harganya. Kalian bisa apa sebenarnya?
9. Turunkan harga kebutuhan pokok bagi rakyat atau biarkan rakyat menurunkan kalian dari kekuasaan.
10. Sediakan sistem pendidikan, kesehatan, dan perawatan ibu dan anak-anak yang lebih baik di Pedesaan.
11. Hentikan Overcharging dan Berikan Perlindungan sejati bagi buruh migran Indonesia dan keluarganya.
12. Hapus semua pajak atas seluruh komoditas kaum tani
13. Berikan pengakuan sungguh-sungguh pada suku Bangsa minoritas di pedalaman untuk menguasai dan mengolah tanah leluhurnya sendiri tanpa syarat apapun. Pengakuan sekarang melalui reforma agraria Pemerintah hanyalah pengakuan nominal atau palsu atas tanah-tanah ulayat di pedalaman Indonesia yang bertujuan untuk pembatasan hak dan kontrol Suku Bangsa Minoritas dan kekayaan alam di satu sisi dan mempermudah perampasan tanah untuk perkebunan besar, hak penebangan hutan (HPH), pertambangan dan infrastruktur. Hentikan kebusukan ini semuanya.
Demikian pernyataan Peringatan Satu Mei Komite Aksi Satu Mei GSBI dan Front Perjuangan Rakyat agar dipenuhi oleh pemerintah, sekaligus dapat menjadi pemersatu aksi-tindakan bagi kaum buruh beserta seluruh rakyat tertindas dan terhisap lainnya di Indonesia.
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) – Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) – Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU-Indonesia) – Front Mahasiswa Nasional (FMN) – Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN) – Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) – Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI) – Institute for National and Democracy Studies (INDIES)
Jakarta, 1 Mei 2021
Hormat kami
Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Posting Komentar