Helda Khasmy
Anggota ICC ILPS
Ketua ILPS Indonesia
Bank Dunia kembali menyelenggarakan Rapat Tahunan dari tanggal 11 hingga 17 Oktober 2021. Rapat Tahunan Bank Dunia 2021 kali ini berlangsung di tengah remuk-redamnya kehidupan ekonomi, perang dan dekadensi kebudayaan karena dominasi imperialisme. Melihat data-data dan analisis ekonomi dan politik, lingkungan dan kesehatan yang sengaja ditampilkan sebelum dan selama rapat tahunan tersebut, seluruh kepentingan, kehendak, ketakutan dan kekhawatiran rakyat tidak hanya dimanipulasi tetapi ditindas secara terang-terangan.
Bank Dunia dan IMF dengan lihai menyembunyikan dirinya sebagai pembunuh massal jutaan rakyat tertindas dan terhisap di dunia melalui berbagai kebijakan investasi dan utangnya, berbagai kebijakan internasional yang didiktekan menjadi pedoman kebijakan dan regulasi nasional berbagai negeri. Selama rapat tahunan ini, Bank Dunia dan IMF dengan tidak tahu malu berusaha menampilkan dirinya sebagai pahlawan penjaga lingkungan hidup, pembela kaum miskin dan pengangguran, pembela generasi milineal, pembela korban perang. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022-nya yang selangit, Bank Dunia dan IMF berusaha membodohi rakyat tertindas dan terhisap seluruh dunia. Seolah-olah pertumbuhan ekonomi fantastis tersebut sangat berarti bagi kaum buruh dan kaum tani, bagi rakyat telah remuk-redam oleh resesi dan Pandemi Covid-19 imperialisme.
India dan Tiongkok, negeri utama yang terus “dipelihara” sebagai sumber tenaga kerja murah dan pasar kapital imperialis diprediksi akan mengalami pertumbuhan berturut-turut 9% dan 7%. Indonesia, negeri yang sepanjang sejarahnya tidak bisa membentuk kapital sendiri, membeli vaksin Covid-19 dengan utang dan para birokratnya hidup dari “proposal kemiskinan struktural” akan mengalami pertumbuhan 5%. Data ala Bank Dunia dan IMF tersebut membuat pemerintah boneka imperialis di berbagai negeri Setengah Jajahan, termasuk Indonesia semakin keras kepala, arogan dan tidak tahu diri, memiliki bahan menyuburkan ilusi kemajuan, kemakmuran dan keadilan. Prediksi pertumbuhan ekonomi dijadikan bukti untuk memuji ketepatan kebijakannya sendiri dalam penanganan Pandemi Covid-19, kehebatannya dalam menggerakkan ekonomi selama Pandemi Covid-19 dan membungkam perjuangan klas. “Lihatlah, Bank Dunia, IMF, negeri-negeri lain memuji keberhasilan pemerintah Indonesia menangani Pandemi Covid-19, harusnya sebagai rakyat Indonesia mendukung pemerintah, tidak membuat gaduh dan mempermalukan bangsa sendiri.”
Apa yang bisa diharapkan dari Bank Dunia dan IMF yang menganggap seluruh kebijakannya yang telah menyebabkan kemiskinan dan pengangguran massal, melahirkan bencana alam dan sosial sejak kelahirannya sebagai kesalahan administratif belaka dan menjadikan seluruh dampak buruk “proyek pembangunan” yang dibiayainya sebagai tanggung jawab bersama?
Setelah membiayai kehancuran hutan di Indonesia untuk perkebunan besar, pertambangan, transmigrasi, obyek wisata Bali, jalan tol, bendungan raksasa, revolusi hijau pertanian, reklamasi pantai, pabrik dan listrik bertenaga batubara, membiayai Proyek Administrasi Tanah. Setelah membiayai pembuatan regulasi untuk mendukung seluruh kerusakan tersebut termasuk mendikte dan membiayai percepatan kebijakan neo-liberal melalui “Proyek Penyesuaian Struktural” yang menghapus seluruh subsidi bagi kaum tani, menghambat kenaikan upah, menghilangkan bea dan tarif impor, menghilangkan pendidikan dan kesehatan berbiayai murah, menghapus semua subsidi listrik-minyak dan gas. Setelah membiayai pembuatan Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja yang menciptakan kemiskinan dan pengangguran parah di Indonesia, apa pentingnya mendengarkan dan percaya pada prediksi pertumbuhan ekonomi 5% di depan kerusakan fatal dan mematikan yang tidak terhitung dan tidak tertanggungkan lagi oleh bangsa dan rakyat Indonesia?
Posting Komentar