Di tengah rentetan bencana alam yang menghilangkan hak
hidup rakyat Indonesia seperti gempa bumi dan banjir, perampasan Hak Asasi atau
Hak Dasar rakyat Indonesia adalah bencana dan malapetaka sesungguhnya bagi
rakyat Indonesia. Kebijakan dan peraturan serta rencana aksi anti rakyat yang
terus dijalankan negara reaksi dan pemerintah bonekanya telah terbukti menjadi
mesin pelumpuh daya hidup, melemahkan daya juang, bahkan secara sistematis
membunuh harapan rakyat Indonesia tentang kemungkinan lahirnya sistem baru pengganti
sistem setengah jajahan dan setengah feudal, sistem baru yang adil dan menjamin
perdamaian abadi bagi mayoritas rakyat. Indonesia adalah salah satu negeri
dimana kejadian paling ironis terjadi berulangkali, rakyat yang mengalami
bencana alam harus aksi demonstrasi untuk memperoleh bantuan dan mempertahankan
tanah bekas rumahnya dari ancaman penggusuran!
Sejak dideklarasikan pada tahun 1948, Deklarasi Umum Hak
Asasi Manusia (DUHAM) yang sekarang diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia
(HAM) Sedunia, perlindungan dan jaminan hak ekonomi, politik dan kebudayaan
terus memburuk. Hak rakyat di setiap negeri untuk memperoleh jaminan kesejahteraan
hidup, adil dan terus bergerak maju justru berhadapan dengan perampasan secara
berkelanjutan. Perjuangan klas di berbagai negeri oleh mayoritas rakyat dalam
rangka menentang perampasan hak dasar berlangsung semakin intensif.
Imperialisme, sejak berdominasi di seluruh dunia di awal
abad 20, tidak hanya gagal melindungi dan menjamin hak dasar bagi rakyat,
tetapi sistem ini telah menjadi parasit dalam pengertian sesungguhnya.
Imperialisme bisa bertahan hidup dan tetap berkuasa hingga sekarang justru dari
kebijakan, regulasi dan aksi perampasan hak dasar rakyat sedunia. Imperialisme
telah terbukti hanya memelihara kekuasaan segelintir negara industrial
kapitalis yang sangat kuat secara ekonomi dan militer atas mayoritas negeri non
industrial atau agraris melalui sistem setengah jajahannya. Ekspor kapital dari
negeri imperialis membanjiri negeri-negeri setengah jajahan sepadan dengan
perang agresi dan intervensi serta berbagai “kampanye global anti teror.”
Seluruh paham dan kekuatan bangsa dan rakyat yang anti pada imperialisme, ingin
bebas dan menegakkan kedaulatan bangsanya, mendirikan sistem yang berbeda dan
berdiri sendiri dari imperialisme adalah teroris.
Imperialisme adalah pelanggar DUHAM 1948 sejak
kelahirannya. Di negeri kapitalis industri hanya betul-betul segelintir
individual yang memperoleh perlindungan dan jaminan hak dasarnya, sementara
klas buruh sebagai mayoritas rakyat di negeri tersebut menjadi obyek penindasan
dan penghisapan berkelanjutan. Negara kapitalis tidak hanya melakukan perampasan
hasil kerja klas buruh tetapi menindas secara berkelanjutan kebebasan
berserikat dan berpendapat serta hak klas buruh untuk melakukan pemberontakan
dan membangun sistem baru yang lebih baik.
Imperialisme adalah otak utama, pendiri, pelindung dan penjamin
keberlangsungan sistem setengah jajahan dan setengah feudal yang masih berlaku
dan berkuasa di ratusan negeri, menindas dan menghisap miliaran rakyat sedunia.
Sistem setengah jajahan dan pemerintahan boneka yang berkuasa di negeri
setengah jajahan dan setengah feudal telah menjadi syarat hidup, syarat bagi
keberlanjutan kekuasaan imperialisme. Kaum tani sebagai mayoritas klas di
negeri setengah jajahan dan setengah feudal yang tinggal di pedesaan yang
sangat luas dibelenggu dalam sistem produksi lama sedemikian rupa. Dengan
membelenggu kaum tani dan membiarkan pedesaan dalam sistem produksi lama,
imperialisme dan pemerintah bonekanya memegang kunci membelenggu seluruh klas
yang ada, membelenggu satu bangsa secara keseluruhan.
Bangsa dan rakyat Indonesia adalah korban dari
imperialisme sejak awal abad 20. Ia adalah obyek dari penindasan dan
penghisapan bahkan dengan acapkali menggunakan DUHAM 1948 dan instrument
turunannya yang sengaja diciptakan berdasarkan kepentingan sistem dan klasnya
sendiri dengan memanipulasi kepentingan seluruh bangsa dan rakyat sedunia. Negara
dan pemerintah Indonesia, melanjutkan tradisi tindasan kolonial bangsa asing di
Indonesia, secara berkelanjutan mengeluarkan kebijakan dan regulasi untuk
merampas hak dasar rakyat. Pemberian hak tertentu pada rakyat secara ekonomi
dan politik bahkan militer sejauh hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi
keberlangsungan kekuasaan negara reaksioner dan pemerintah boneka imperialis di
Indonesia.
Memanipulasi tuntutan rakyat Indonesia anti kolonial dan
anti imperialisme, negara dan pemerintah boneka Joko Widodo-Ma’ruf Amien dengan
persetujuan pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat menerbitkan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang mewariskan tindasan era kolonial sebagai alasan
untuk meneror dan mengintimidasi serta mempermudah perampasan hak dasar rakyat.
Rakyat Indonesia yang anti imperialisme dengan segala kemampuannya menentang
kalahiran undang-undang baru tersebut. Akan tetapi kekuatan gerakan rakyat
demokratis Indonesia masih terlalu lemah dihadapan kekuatan mesin politik dan
militer negara reaksi dan pemerintah bonekanya. Undang-undang ini melengkapi
aksi perampasan hak dasar rakyat yang telah diterbitkan di bawah pemerintahan
boneka di Indonesia sejak Era Orde Baru Suharto. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang baru adalah undang-undang anti-teror yang sebenarnya. Ia akan
menjadi instrumen efektif bagi negara agar dapat menggerakkan mesin penindasnya
untuk menegakkan seluruh kebijakan dan peraturan reaksioner yang telah dibuat sebelumnya
yang selalu mendapatkan penentangan dari rakyat Indonesia.
Negara dan pemerintah Indonesia telah meratifikasi DUHAM
1948. Dalam momentum peringatan DUHAM 1948 tahun 2022 ini RAKYAT INDONESIA yang
bergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) menuntut:
TERAPKAN DUHAM 1948 secara konsisten, CABUT SELURUH
KEBIJAKAN DAN PERATURAN ANTI-DUHAM 1948 TERMASUK Undang-Undang Omnibus CIPTA
KERJA dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru saja disahkan.
Front Perjuangan Rakyat menyerukan pada rakyat untuk
senantiasa bangkit, berorganisasi dan bergerak secara kolektif untuk
mempertahankan hak demokratis yang melekat pada setiap individual, masyarakat
dan bangsa sejak lahir, tidak boleh dirampas oleh siapapun. Berdasarkan DUHAM
1948 adalah hak bagi rakyat untuk berlawan bahkan memberontak apabila menghadapi
kekuatan yang menindas atau merampas hak dasar. Resesi yang berlangsung saat
ini dan resesi yang akan berlangsung lebih buruk lagi di tahun depan adalah
momentum bagi imperialis dan negara setengah jajahannya untuk merampas hak
dasar yang tinggal ampasnya. Kaum tani harus mempertahankan tanahnya dari para
tuan tanah besar meskipun hanya rawa dan belukar. Kaum buruh harus
mempertahankan pekerjaan dan terus memperjuangkan haknya untuk kondisi kerja
yang lebih baik serta kebebasan berserikat, kaum intelektual demokratis harus
mengembalikan haknya untuk bebas bersuara dan berpihak pada buruh dan tani,
para pengusaha nasional harus memastikan pasar Indonesia bukan untuk impor dan
ekspor kapital imperialis!
Selamat Hari Ham Internasional
Terapkan DUHAM 1948 tanpa syarat! Cabut seluruh kebijakan
dan peraturan Anti DUHAM 1948!
Imperialisme Hancurkan! Feodalisme Musnahkan! Kapitalisme
Birokrat, Para Koruptor adalah musuh rakyat! Rakyat Tertindas dan Terhisap
Indonesia Bersatulah!
Jakarta, 10 Desember 2022
Hormat kami
Front Perjuangan Rakyat
(FPR)
Rudi HB. Daman
Koordinator Umum
Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI),Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU-Indonesia), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN), Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI), Institute for National and Democracy Studies (INDIES)
Posting Komentar