Pernyataan Sikap Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) pada
Peringatan Hari Perempuan Internasional 2016
“perkuat organisasi dan gerakan perempuan untuk berjuang bersama rakyat
melawan kebijakan neoliberal”
Salam Demokrasi!
Perempuan memiliki sejarah
panjang terlibat dalam perjuangan. Momentum Hari Perempuan Internasional yang
diperingati setiap 8 Maret merupakan salah satu penanda sejarah mengenai hal
ini. Perempuan sejak lama telah mengklaim hak mereka untuk berjuang bersama-sama
dengan gerakan rakyat lainnya.
“Bread and Peace!” Roti dan
Perdamaian! Demikian teriakan perempuan mulai tahun 1907 di Rusia. Gerakan
perempuan di Rusia terlibat aktif dalam meruntuhkan kekuasaan Tsar Rusia yang
kejam dengan membawa isu roti dan perdamaian. Pertemuan gerakan perempuan di
tahun 1910 di Copenhagen, Denmark merupakan tanda bahwa perempuan telah
mengenal perjuangan, persatuan dan solidaritas internasional. Hingga terjadinya
Revolusi Besar Oktober di Rusia menjadi penanda dan kemudian disepakatinya 8
Maret sebagai Hari Perempuan Internasional. Jauh sebelum itu, ditahun 1857,
para buruh perempuan di Amerika Serikat telah melaksanakan aksi dan membangun
gerakan menuntut kondisi kerja yang lebih baik dan kenaikan upah.
Dari masa ke masa, perempuan di
seluruh dunia terus mengalami penindasan dan penghisapan dan mereka pun terus
berdiri dan berjuang.
Penerapan kebijakan neoliberal
yang semakin masif di Indonesia telah meningkatkan persoalan yang dialami oleh
perempuan. Pembangunan infrastruktur sebagai program utama Pemerintahan
Jokowi-JK telah banyak merampas tanah dan penghidupan rakyat pedesaan.
Berdampak berkali-kali lipat terhadap perempuan yang harus kehilangan sumber
pendapatan, sementara manfaat pembangunan-pembangunan tersebut tidak mereka
rasakan.
Pukulan yang telak bagi perempuan
adalah ketika terjadi pencabutan subsidi publik, misalkan pencabutan subsidi
BBM, bertujuan untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang kemudian merampas
dan menggusur tanah mereka. Hak rakyat dan perempuan untuk mendapatkan layanan
sosial publik telah dirampas dan kemudian hasil rampasan tersebut dipergunakan
untuk membuat mereka lebih termarjinalkan.
Pencabutan subsidi publik pun
telah menjauhkan akses bagi kaum miskin perkotaan terhadap layanan kesehatan,
makanan bergizi, air bersih, listrik, pendidikan dan sebagainya.
Akibat kemiskinan yang dihasilkan
oleh monopoli dan perampasan tanah untuk memfasilitasi pelaksanaaan kebijakan
neoliberal di dalam negeri, banyak kaum perempuan yang menjadi korban perdagangan
manusia, terpaksa bekerja hingga ke luar negeri, terjerat hutang, prostitusi
atau di kawin paksa.
Meskipun dikatakan tidak ada ijin
baru untuk perkebunan sawit, namun pada kenyataannya investasi berbasiskan
lahan skala besar di Indonesia terus terjadi. Sampai tahun 2014, monopoli
kawasan hutan dari 4 (empat) sektor saja telah mencapai 57 juta hektar dari
total 132 juta hektar kawasan hutan Indonesia. Dimana sektor HPH (logging)
menguasai 25 juta hektar oleh setidaknya 303 perusahaan. HTI seluas 10,1 juta
hektar yang dikuasai sekitar 262 perusahaan, perkebunan sawit seluas 12,3 juta
hektar yang dikuasai oleh sekitar 1.605 perusahaan dan sektor tambang sekitar
3,2 juta hektar dikuasai oleh sekitar 1.755 perusahaan.
Monopoli tanah telah
mengakibatkan semakin sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk rakyat
Indonesia sehingga kaum buruh dan pekerja termasuk perempuan harus berhadapan
dengan politik upah murah yang dibanggakan oleh Pemerintahan Jokowi-JK sebagai
salah satu keunggulan apabila melakukan investasi di Indonesia. Hasilnya, kaum
perempuan harus terus bekerja dengan upah yang rendah dan kondisi kerja yang
buruk, dengan sedikit sekali perhatian terhadap hak-hak reproduksi perempuan. Sementara
bagi kaum perempuan intelektual, sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuannya dan berakhir menjadi pengangguran.
Deforestasi, degradasi kawasan
hutan dan lahan gambut hingga terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan
bencana asap merupakan dampak lain dari monopoli tanah yang semuanya merugikan
rakyat.
Konflik agraria pun bermunculan
di berbagai pelosok. Perjuangan rakyat termasuk perempuan didalamnya, terus
berkembang dan menuntut hak mereka untuk hidup dan mempertahankan hidup.
Perjuangan rakyat ini ditindas sedemikian rupa melalui berbagai cara termasuk
didalamnya kriminalisasi, militerisasi dan pembatasan hak politik rakyat untuk
berjuang. Telah banyak kaum tani, buruh dan mahasiswa yang menjadi korban.
Pada momentum Hari Perempuan
Internasional ini, sangat penting bagi kaum perempuan untuk menegaskan komitmen
untuk memperkuat organisasi dan gerakan perempuan untuk berjuang bersama rakyat
melawan kebijakan neoliberal yang menindas.
Serikat Perempuan Indonesia
menyatakan sikap bahwa Pemerintahan Jokowi-JK harus menghentikan pelaksanakan
kebijakan neoliberal di dalam negeri dan segera melaksanakan land reform sejati
serta membangun industri nasional.
Imperialisme, hancurkan!
Feodalisme, musnahkan!
Kapital birokrat, musuh rakyat!
Maju terus gerakan perempuan dan
rakyat Indonesia!
Jayalah perjuangan perempuan dan
rakyat Indonesia!
Indonesia, 8 Maret
2016
Serikat Perempuan
Indonesia
Dewi Amelia
(081220294565)
Posting Komentar