BREAKING

Kamis, 13 Desember 2018

Pernyataan Sikap Seruni memperingati hari HAM 2018: “Lawan Kebijakan dan Tindasan Fasis Jokowi serta Berbagai Bentuk Kekerasan dan Kriminalisasi Terhadap Kaum Perempuan”


Lawan Kebijakan dan Tindasan Fasis Jokowi serta Berbagai Bentuk Kekerasan dan Kriminalisasi Terhadap Kaum Perempuan

Kondisi perempuan Indonesia terus memburuk dan tindasan politik semakin keras di bawah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla. Hak demokratis perempuan dan rakyat terus dirampas oleh kebijakan dan aturan negara yang lebih melayani kepentingan imperialis Amerika Serikat (AS). Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi (16 jilid) merupakan hasil intervensi imperialis AS untuk mendikte kebijakan neo-liberalismenya. Hal ini ditujukan untuk mempercepat masuknya investasi asing dan utang luar negeri ke Indonesia yang berarti mengintensifkan perampokan dan penghisapan terhadap negeri ini serta memperdalam jurang kemiskinan.

Atas nama pembangunan, kemajuan ekonomi, kepentingan umum, dan lain sebagainya, rezim Jokowi-JK telah menunjukkan sikap dan politik yang semakin fasis, semakin menunjukkan peran sejatinya sebagai rezim boneka imperialis.

Masih segar dalam ingatan kita, Pemerintah Republik Indonesia tidak berdaya menyelamatkan Tuti Tursilawati dari hukuman mati oleh pengadilan Saudi Arabia. Ia terpaksa melakukan pembunuhan demi melawan pelecehan seksual berkelanjutan dan puncaknya pemerkosaan atas dirinya. Di negeri tersebut, pengadilan mengabaikan pelecehan seksual dan pemerkosaan atas Tuti dan memilih mengadilinya sebagai pembunuh. Nasib tuti sama dengan diperkosa dan setelahnya dibunuh. Dan pemerintah hanya bisa protes masalah notifikasi hukuman mati dan menjelaskan telah melakukan berbagai upaya hukum dan pendampingan, dan gagal !

Data Kementerian Luar Negeri RI menyebut bahwa terdapat 142 warga Indonesia yang terancam hukuman mati di seluruh dunia. Sementara di Hongkong, dari sekitar 300 kasus penganiayaan fisik dan seksual yang di alami TKI setiap tahun, 50% di antaranya menimpa tenaga kerja Indonesia. Di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, prevalensi kekerasan terhadap anak-anak 33% dan kekerasan terhadap perempuan 30%. Sementara kekerasan seksual terhadap anak laki-laki 8% dan prevalensi kekerasan seksual terhadap anak perempuan 3,6%. Bila anak Indonesia berjumlah 83 juta maka ada 600 ribu hingga 800 ribu kekerasan seksual terhadap anak. Secara mikro jumlah kekerasan ini terus mengalami peningkatan di banyak kota dan kabupaten. Termasuk kekerasan sangat ektrem dilakukan oleh orang tua sendiri, pasangan sendiri, hingga mengakibatkan kematian.

Menurut Komnas Perempuan ada 259 ribu laporan kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2017. 305 Ibu Indonesia yang meninggal setiap 100.000 kelahiran bayi. Dari 5 juta kelahiran pertahun di Indonesia dengan pertumbuhan penduduk 2%, maka masih ada sekurang-kurangnya 13.500 ibu meninggal dunia setiap tahun.

Bagi seorang buruh harian lepas perempuan di perkebunan besar kelapa sawit, seperti di Siak, Riau. Diskriminasi upah, ancaman kesehatan reproduksi dan pelecehan seksual adalah cerita sehari-hari. Bila buruh tani perempuan mengajukan cuti haid pada mandor, selangkangannya disenter dan kemaluannya diraba, demikian kesaksian buruh perempuan di salah-satu Perkebunan Besar Sawit.
Keadaan mayoritas perempuan Indonesia adalah ironi pada saat yang bersamaan negara membanggakan Sri Mulyani, Susi Pujiastuti, Hartati Mudaya Poo, bahkan Megawati dan Grace Natalie. Kenapa hal ini terbelangsung, karena banyak kaum perempuan di seluruh dunia dan di Indonesia bukanlah representasi dari kaum perempuan pekerja dan rakyat, mereka mewakili kepentingan perempuan dari klas yang berkuasa bahkan kepentingan imperialis dan klas-klas yang  menjadi kaki tangannya di Indonesia.
Perempuan “elit” yang menjadi representasi nominal semacam itulah yang sekarang sedang dilahirkan melalui proyek SDGs, sebelumnya MDGs. Kelahiran perempuan semacam itulah yang sekarang sedang dilakukan melalui persyaratan nominal “Perspektif Gender” dalam setiap proyek pembangunan di seluruh dunia  bahkan dalam proyek reformasi Angkatan Bersenjata.

Seluruh kebijakan dan program perempuan imperialis Amerika Serikat dan negara bonekanya di seluruh dunia tidak bertujuan untuk membebaskan kaum perempuan, tetapi membelenggu kaum perempuan dalam sistem yang sama bahkan memobilisasi kaum perempuan untuk mempertahankan sistem yang menindas dan menghisap kaum perempuan. Sistem yang terus melestarikan kekerasan primitif dan barbar terhadap perempuan dan tidak bisa berbuat banyak untuk menghapuskannya.

Bahkan setelah dua dasawarsa paska reformasi, persekusi terhadap kaum perempuan yang berjuang melawan tindakan pelecehan seksual yang dialaminya justru semakin meningkat. Kasus-kasus kriminalisasi, penangkapan dan kekerasan terhadap rakyat yang berjuang mempertahankan hak-haknya terus terjadi. Seperti yang kini masih hangat menjadi perbincangan apa yang dialami kawan kita Anindya Sabrina (anggota Front Mahasiswa Nasional cabang Surabaya) yang menjadi korban pelecehan seksual oleh satpol PP justru kemudian dipolisikan, korban lain ialah “Agni” (bukan nama sebenarnya) seorang mahasiswi UGM (Universitas Gadjah Mada) yang menjadi korban pemerkosaan oleh teman KKN (kuliah kerja nyata) yang hingga kini setelah setahun lebih kasusnya terjadi, masih mencari keadilan, dan satu lagi ialah Baiq Nuril, seorang guru di sebuah SMK (Sekolah menengah kejuruan) di Lombok yang menjadi korban pelecehan oleh kepala sekolahnya justru dipenjara dan dituntut 500 Milyar, tak luput pula seorang anak berusia 15 th berinisial WA yang diperkosa Sembilan kali oleh kakak kandungnya, hamil, kemudian menggugurkan kandungannya justru dipenjarakan oleh hakim yang mulia. Tanpa sedikitpun melihat perspektif dari korban, alasan dibalik kenapa seorang WA menggugurkan kandungannya. Lalu apa sejatinya HAM bagi perempuan dan bagi rakyat tertindas lainnya? Ketika hukum di Indonesia lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Perampasan upah, tanah, kerja dan pelanggaran hak rakyat merupakan cara utama bagi rezim ini untuk terus berkuasa.

Atas keadaan tersebut, kami SERUNI (Serikat Perempuan Indonesia) dengan momentum Peringatan Hak Asasi Manusia se-Dunia 10 Desember 2018 menyatakan sikap dan tuntutan:
1.       Hentikan seluruh bentuk persekusi terhadap perempuan pejuang HAM
2.       Hentikan kekerasan dan kriminalisasi terhadap perempuan
3.       Jalankan Land Reform Sejati dan Distribusikan Tanah Bagi Tani Perempuan
4.       Perbaiki upah perempuan buruh pabrik dan Buruh Tani Di Perkebunan
5.       Perbaiki kondisi kerja perempuan buruh pabrik dan Buruh Tani Di Perkebunan
6.       Berikan kepastian kerja bagi perempuan buruh pabrik dan Buruh Tani Di Perkebunan
7.       Hentikan penggusuran atas nama infrastruktur dan percepatan pembangunan.
8.       Turunkan harga kebutuhan pokok, bebaskan buruh, petani dan rakyat miskin dari pajak dan berbagai pungutan lainnya.
9.       Libatkan perempuan yang tertindas dan terhisap dalam setiap pengambilan keputusan.
10.   Berikan kebebasan berorganisasi dan berserikat bagi perempuan terutama perempuan buruh dan tani di pedesaan.
11. Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sekarang juga!

SERUNI menyerukan kepada seluruh perempuan dan rakyat Indonesia untuk melawan kebijakan dan tindakan fasis Jokowi serta berbagai bentuk kekerasan dan kriminalisasi terhadap kaum perempuan. Kita harus bersatu menolak segala usaha dan cara pecah-belah terhadap kaum perempuan dan rakyat yang menjauhkan dari perjuangan atas masalah dan tuntutan kongkret hak-hak demokratisnya.

Hidup perempuan Indonesia!
Hidup seluruh rakyat tertindas!

Jakarta, 10 Desember 2018
Hormat Kami,
SERUNI (Serikat Perempuan Indonesia)




Helda Khasmy                                                                               Triana Kurnia Wardani
        Ketua                                                                                                            Sekjend











About ""

SERUNI atau Serikat Perempuan Indonesia adalah organisasi perempuan yang memiliki cita-cita kesetaraan gender dan kehidupan lebih baik bagi perempuan Indonesia.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 SERUNI
Design by FBTemplates | BTT