BREAKING

Selasa, 16 Juli 2019

AMNESTI JOKOWI BUKANLAH BUKTI KEBERPIHAKAN PADA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL!!


Hentikan Kekerasan dan Kriminalisasi terhadap Perempuan
Cabut Uundang Undang Internet dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No 11 Tahun 2008
Amnesti Jokowi bukanlah bukti keberpihakan pada korban kekerasan seksual


Salam Demokrasi...!!!

Pada hari Kamis tanggal 4 juli 2019 permohonan PK (peninjauan kembali) Baiq Nuril Maknun di tolak oleh MA (Mahkamah Agung). Itu artinya Nuril akan kembali ke bui dan menjalani masa hukumannya. Korban pelecehan seksual, yang justru dipidanakan! Sungguh ironi di negeri setengah jajahan setengah feudal ini.

Dalam putusan PK tersebut, MA menyatakan Nuril pantas menerima ganjaran kurungan karena telah merekam dan/atau mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya percakapan mesum dengan seorang pimpinan sekolah menengah atas di kota Mataram, sehingga membuat malu keluarga yang bersangkutan. Dalam putusannya MA menyatakan bahwa Nuril bersalah karena mentransmisikan konten asusila. MA mengamini putusan kasasi dengan menyatakan tidak ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan tersebut, dan bahwa pertimbangan hukum putusan judex juris itu sudah tepat. (*sumber: amnestyindonesia.org)

Baiq Nuril kini menempuh jalan terakhir yaitu memohon amnesti dari presiden RI, Joko Widodo. Menurut undang-undang dasar 1945 pasal 14 ayat (2) presiden mempunyai hak prerogatif untuk memberikan amnesti atas pertimbangan DPR-RI. Sesuai prosesnya, surat amnesti Jokowi untuk nuril telah dikirimkan ke DPR-RI dan akan dibicarakan di rapat paripurna selasa 16 juli 2019. 

Sebelumnya, Baiq Nuril merupakan pegawai Honorer di SMAN 7 Mataram, kasusnya berawal pada 2012 lalu. Saat itu, ia ditelepon oleh kepala sekolahnya, Muslim. Percakapan telepon tersebut mengarah pada pelecehan seksual. Kejadian serupa terjadi lebih dari sekali, Nuril bahkan kerap kali dipanggil ke ruangan kepala sekolahnya tersebut, 5 menit membicarakan pekerjaan, namun kemudian lebih banyak bercerita tentang pengalaman seksualnya dengan wanita lain yang bukan istrinya. Karena selama ini kerap dituding memiliki hubungan dengan Muslim, Nuril kemudian merekam percakapan tersebut pada telepon genggamnya.

Didesak teman-teman sejawatnya, Nuril kemudian menyerahkan rekaman tersebut untuk digunakan sebagai barang bukti laporan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh Muslim ke dinas pendidikan. Akibat laporan tersebut sang Kepala Sekolah akhirnya dimutasi. Merasa tidak terima, Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik), khususnya Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE karena menyebarkan rekaman percakapan tersebut. Laporan itu membuat Nuril sempat ditahan oleh Kepolisian.

Di Pengadilan Negeri Mataram Nuril di Vonis bebas, namun Jaksa penuntut umum saat itu tidak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hakim MA justru memutus Nuril bersalah pada 26 September 2018. Ia dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta. Kasus tersebut kemudian mengundang simpati publik. Apalagi kemudian sang kepala sekolah Muslim justru mendapatkan Promosi jabatan sebagai kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Kota Mataram. 

Kasus Baiq Nuril begitu menyita perhatian baik secara nasional maupun internasional. Sedikit banyak tentu memberi pengaruh bahwa perempuan korban harus berani melapor agar mendapat keadilan. Meskipun kita tahu bagaimana hukum berlaku di negeri ini, apalagi bagi korban pelecehan seksual dalam hal ini perempuan.
Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) 2019 yang berkala disampaikan oleh komnas perempuan, terdapat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2018 (naik dari tahun sebelumnya sebanyak 348.466). Bentuk kekerasan yang mendominasi adalah kekerasan seksual sebanyak 64% lalu kekerasan psikis sebanyak 20%, kekerasan ekonomi sebanyak 9% dan kekerasan fisik sebanyak 7%. 

Kami dari Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) yang merupakan organisasi massa yang menghimpun kaum perempuan Indonesia dari berbagai macam sektor berpandangan bahwa kasus pidana yang menjerat Baiq Nuril bertentangan dengan keadilan dan rasa kemanusiaan. Baiq Nuril adalah korban dari tindakan pelecehan yang berusaha melawan dengan keberanianya justru di putuskan bersalah oleh pengadilan karena melanggar UU ITE yang sejak di undangkan tahun 2018 telah ditentang oleh mayoritas rakyat Indonesia. Seharusnya negara memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Baiq Nuril karena dengan keberaniannya, kasus pelecehan yang menimpa dirinya dapat terungkap. Sebab sampai hari ini banyak kasus pelecehan terhadap perempuan tidak terungkap karena masih banyak kaum perempuan tidak berani melawan.

Pada kasus Baiq Nuril Maknun kita harus terang melihat amnesti yang diberikan presiden Jokowi. Mengapa amnesti baru diberikan setelah desakan dan dukungan yang luas dari kalangan masyarakat? setelah Baiq Nuril sudah mengalami penderitaan yang panjang sejak pertama kali kasus ini terjadi 2012. Terpisah dari anak-anak, suami dan keluarganya. Harus merasakan dibui, kehilangan pekerjaan, menderita secara psikis karena fitnah dan tuduhan kepadanya, dan menjalani proses hukum yang panjang dan berbelit-belit. Kini setelah penggalangan petisi mencapai ratusan ribu dan kasusnya mengundang simpati publik hingga ke skala internasional, Jokowi tidak lagi punya pilihan selain memberi amnesti pada Baiq Nuril.

Atas dasar tersebut  SERUNI menilai bahwa amnesti yang dikeluarkan oleh Jokowi bukanlah bukti keberpihakannya pada perempuan korban kekerasan seksual, namun karena desakan masyarakat luas sehingga pilihan populislah yang harus diambil. Selain itu, SERUNI juga menuntut kepada pemerintah segera MENCABUT UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, karena telah terbukti membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dan kebebasan berekspresi bagi rakyat dalam menyuarakan kebenaran. Kami menyerukan kepada kaum perempuan agar terus memperkuat persatuan dengan membangun organisasi dan berjuang melawan diskriminasi, kekerasan, dan pelecehan seksual serta menentang segala bentuk ketidak adilan.

Hormat Kami,
Komite Eksekutif Nasional SERUNI



Helda Khasmy                                                                         Triana Kurnia Wardani
Ketua                                                                                       Sekjend

                   sumber foto: google.com

About ""

SERUNI atau Serikat Perempuan Indonesia adalah organisasi perempuan yang memiliki cita-cita kesetaraan gender dan kehidupan lebih baik bagi perempuan Indonesia.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 SERUNI
Design by FBTemplates | BTT