BREAKING

Selasa, 14 Januari 2020

BPJS Kesehatan Harus Bertanggung Jawab atas 2 (dua) Korban Meninggal istri dari Buruh PT. Sulindafin!



Lagi-lagi BPJS kesehatan kembali merugikan rakyat Indonesia!!
Kali ini buruh PT. Sulindafin Tangerang, ibarat jatuh tertimpa tangga. Pasalnya, pada tanggal 28 Nopember 2019 yang lalu, manajemen PT. Sulindafin mengumumkan untuk menghentikan produksi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan, dengan demikian telah melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) secara sepihak dengan memberi kompensasi sebesar 70% dari 1 kali ketentuan sesuai UUK (Undang-undang ketenagakerjaan). Tentu hal tersebut sangat merugikan kaum buruh, utamanya yang telah bekerja selama 30 hingga 38 tahun di perusahaan tersebut.
Kemudian dengan arogan dan semena-mena kepesertaan BPJS Kesehatan dinonaktifkan oleh pihak Managemen PT. Sulindafin per tanggal 1 Desember 2019 dengan alasan sudah tidak mampu lagi membayarkan iurannya terhitung dari pengumuman “stop produksi” dari pihak perusahaan nomor 22/Dir/Hrd/Sldf/XI/2019. Padahal sesuai aturan Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional ( SJSN ) yang menyatakan:
Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja (red: PHK). Dalam hal ini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah 6 (enam) bulan belum memperoleh pekerjaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Pasal 27 ayat (1) menyatakan:
Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang mengalami PHK, tetap memperoleh hak manfaat Jaminan Kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK, tanpa membayar iuran. Dengan kata lain, perusahaan tetap mempunyai kewajiban untuk membayar iuran BPJS Kesehatan pekerjanya yang di PHK selama paling lama 6 bulan ke depan. Kemudian perhitungan jangka waktu tersebut terhitung sejak PHK sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni Pasal 151 ayat (3) UUK sebagai berikut:
Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperolah penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Dalam kaitannya dengan kepesertaan BPJS Kesehatan, PHK dapat dikatakan “sah” apabila memenuhi kriteria sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 27 ayat (2) dan ayat (3) Perpres Jaminan Kesehatan, yaitu:
PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:
PHK yang sudah ada putusan pengadilan hubungan industrial, dibuktikan dengan putusan/akta pengadilan hubungan industrial;
PHK karena penggabungan perusahaan, dibuktikan dengan akta Notaris;
PHK karena perusahaan pailit atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan kepailitan dari pengadilan; atau
PHK karena Pekerja mengalami sakit yang berkepanjangan dan tidak mampu bekerja, dibuktikan dengan surat dokter.
Dalam hal terjadi sengketa atas PHK yang diajukan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, baik Pemberi Kerja maupun Pekerja harus tetap melaksanakan kewajiban membayar iuran sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap sesuai Perpres nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, karyawan atau buruh yang mengundurkan diri atau mengalami PHK seharusnya mereka tetap memperoleh manfaat dari jaminan kesehatan, yaitu paling lama 6 bulan sejak di-PHK tanpa membayar iuran.
Namun peraturan hanyalah indah diatas kertas. Kenyataannya, buruh PT. Sulindafin sudah tidak dapat lagi memanfaatkan kepesertaan BPJS kesehatan tersebut, bahkan sebelum ada keputusan apapun sesuai peraturan yang berlaku.
Sejak pertama kali dibentuk pada akhir Desember 2013 (dibawah peraturan SJSN), lembaga ini memang menuai banyak kontroversi. Dimana menghapuskan peran Negara memberi layanan sosial dalam hal ini kesehatan dengan mengutip biaya kesehatan kepada rakyat. Layanan sosial yang seharusnya disediakan oleh pemerintah tidak lagi bisa dinikmati secara gratis. Meski 7 (tujuh) tahun berselang, bukan menunjukkan perbaikan, justru sebaliknya BPJS semakin terpuruk karena lagi-lagi hanya dimanfaatkan oleh Negara untuk menggalang dana publik. Berbanding terbalik dengan pelayanannya yang semakin menurun dari tahun ke tahun sebab terus saja memangkas hak pesertanya.
Tak ubahnya asuransi swasta yang mencari keuntungan, pemerintah terus menaikkan iuran BPJS kesehatan. Per 1 januari 2020 ini bahkan iuran kelas 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) tak tanggung-tanggung mengalami kenaikan hingga 100%, sementara upah buruh hanya naik sekitar 8,5% saja. Sudah pasti diikuti kenaikan harga bahan pokok dan TDL (tariff dasar listrik), sehingga kenaikan upah tersebut tidaklah berarti apa-apa!!
Hingga berita ini diturunkan, sudah 2 (dua) orang korban meninggal akibat arogansi BPJS kesehatan menjalankan perannya sebagai sebuah lembaga. Akibat dicabutnya kepesertaan BPJS Kesehatan, buruh PT. Sulindafin kesulitan untuk berobat karena harus melakukan pembayaran secara mandiri. Adalah Siti Sumiyati, istri dari Taufiqurohman (buruh PT. Sulindafin bagian Texturizing) yang meninggal pada 2 Januari lalu akibat sakit komplikasi yang dideritanya hingga harus masuk ke ICU (Intensive Care Unit). Taufiq harus menjaminkan STNK (Surat Tanda Kendaraan Bermotor) motornya ke RS (Rumah Sakit) demi bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.
Begitu pun halnya dengan Retno Wulandari, istri dari Bangun Nugroho (buruh PT. Sulindafin bagian QA/Laborat). Setelah melahirkan secara caesar sekitar 2 bulan yang lalu, bayi yang dilahirkan Retno harus masuk incubator karena lahir premature. Belum genap 1 bulan usia sang bayi, kondisi kesehatan Retno yang sudah drop karena syndrome babyblues yang menyerangnya semakin parah setelah mendengar suami tercinta menjadi salah satu buruh korban PHK ilegal PT. Sulindafin Kota Tangerang. Retno pun harus dirawat di RS selama 10 hari sebelum akhirnya meninggal pada hari minggu, 12 Januari 2020. Ditambah lagi anaknya harus kembali masuk NICU pada selasa, 14 Januari karena harus mendapat transfusi darah setiap waktu. Entah biaya darimana yang akan digunakan untuk pembayaran nanti. Sungguh menyedihkan!!
Belum lagi deretan kasus korban PHK illegal yang dilakukan oleh PT. Sulindafin dibawah ini atas nama:
1. Yayan Sopian (bagian QA/Laborat): istrinya harus melakukan proses kemotherapy rutin karena sakit kanker usus yang dideritanya.
2. Maman Suyatman (bagian Texturizing): mengalami kecelakaan pasca melaksanakan tugas piket di Posko Perjuangan hingga mengalami patah tulang di bagian bahu sebelah kanan. Pada akhirnya Maman harus berobat ke alternatif karena terganjal dinonaktifkannya iuran BPJS.
3. Surya Alamsyah (bagian Polymer): harus berobat rutin akibat sakit Diabetes kering yang dideritanya.
4. Ning Mujiati (bagian QC Texturizing): menderita sakit Diabetes dan harus kontrol rutin.
Dari sekian kasus yang dialami para buruh akibat dari dinonaktifkannya iuran BPJS Kesehatan ini, mereka mengalami beban yang sangat berat. Mereka harus menanggung sendiri biaya pengobatan, bahkan sampai harus meminjam uang demi untuk mendapatkan pengobatan yang sudah seharusnya mereka dapatkan. Namun ketika buruh PT. Sulindafin berdialog dengan BPJS Kesehatan Kota Tangerang untuk mencari solusi, pihak BPJS Kesehatan justru menyarankan kepada para buruh untuk beralih menjadi peserta BPJS Mandiri. Sungguh tidak punya hati!! Buruh yang baru saja di-PHK tentu saja sudah tidak lagi menerima upah, malah disuruh beralih menjadi peserta mandiri. Evaluasi besar bagi lembaga ini jika masih melakukan praktek illegal dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Oleh karena itu SERUNI sebagai organisasi massa perempuan, yang menghimpun perempuan dari seluruh sektor termasuk klas buruh, terus mendukung perjuangan kawan-kawan buruh PT. Sulindafin, kota Tangerang agar mendapatkan haknya sesuai undang-undang. Agar kawan-kawan terus bersemangat dan tidak goyah oleh bujuk rayu pengusaha yang berusaha memangkas hak buruh PT. Sulindafin kota Tangerang. Serta menuntut kepada lembaga BPJS Kesehatan untuk kembali mengaktifkan kepesertaan buruh PT. Sulindafin hingga keluar putusan dari pihak yang berwenang!

Hidup Buruh!!
Jayalah Perjuangan Massa!!





About ""

SERUNI atau Serikat Perempuan Indonesia adalah organisasi perempuan yang memiliki cita-cita kesetaraan gender dan kehidupan lebih baik bagi perempuan Indonesia.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 SERUNI
Design by FBTemplates | BTT