International League of People’s Struggle (ILPS) bersama the Global Tapestry of Alternatives (GTA), Adelante dan Southern Peoples’ Action on COP26 (SPAC26) menyelenggarakan Workshop Peoples Summit for Climate Justice, 9 November 2021, Glasgow, Skotlandia.
Workshop bertema From Grassroots Resistance towards Revolutionary Reconstruction: Visions from the Ground of the World We Want to Create, sebagai rangkaian aksi global menyikapi masalah perubahan iklim yang dibahas dalam COP-26 Glasgow.
Pembicara dan peserta sebanyak 78 orang berasal dari organisasi dan gerakan rakyat di Asia Pasifik, Eropa, Afrika, dan Amerika Latin.
Helda Khasmy, Ketua ILPS Indonesia dan Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) yang berada di Glasgow menjadi narasumber bersama Ashish Kothari (Global Tapestry of Alternatives) selaku keynote, Max Ajl (the Tunisian Observatory for Food Sovereignty), Paul Sein Twa (Karen Environmental and Social Action Network), dan pembicara dari organisasi lainnya. Workshop berlangsung dari pukul 14.00 hingga 15.30 waktu Glasgow yang diawali dengan pemutaran video tentang situasi krisis iklim global dan COP-26.
Setelah pemaparan pembicara lainnya, Helda Khasmy mengulas tentang perlawanan rakyat atas pengembangan Biofuel sebagai solusi palsu perubahan iklim. “Saat ini, Indonesia telah memproduksi 24,7 juta kiloliter B30 (Biodesel 30%) dari campuran antara 30% Fatty Acid Methyl Esters (FAME) CPO dengan minyak diesel standar oleh Pertamina. Produksi tersebut telah memberikan keuntungan hingga US$ 20,4 miliar selama enam bulan. Sementara untuk pemenuhan bahan mentahnya didapat dari seluruh tuan tanah besar di Indonesia, terutama melalui Golden Agri Resources (GAR) Sinar Mas yang secara formal menguasai 600.000 hektar kelapa sawit panen diluar penguasaan melalui Bank Tanah miliknya. Pemerintah Indonesia juga memiliki ambisi untuk memproduksi Biofuel 100%, dengan syarat perluasan perkebunan kelapa sawit bisa mencapai 17 juta hektar hingga tahun 2030.”
Rakyat Indonesia memang pantas marah mendengar seluruh propaganda imperialis dan pemerintah Indonesia dalam COP-26. Komitmen Presiden Joko Widodo dalam bentuk Nationally Determined Contributions (NDCs) tidak hanya anti rakyat, tetapi juga anti lingkungan hidup. Di pedesaan, perkebunan besar kelapa sawit untuk bahan mentah biofuel sangat agresif dan licik merampas tanah dan memperluas perkebunan, termasuk mempromosikan pendanaan penanaman kelapa sawit kepada kaum tani sebagai “mitra” perkebunan besar.
Helda menyampaikan, “Menghubungkan Biofuel dengan rencana besar penanganan pemanasan global dan perubahan iklim tentu saja mendapat perlawanan keras dari kaum tani yang telah bertahun- tahun menjadi korban perampasan tanah oleh perkebunan besar sawit, termasuk suku bangsa minoritas Dayak di Kalimantan, Orang Rimba di Sumatera dan lainnya di seluruh Indonesia. Berapa banyak sudah buruh tani dan kaum tani menjadi korban langsung dari binatang mamalia besar Sumatera dan Kalimantan seperti Gajah, Harimau Sumatera dan Orang Hutan pada saat sedang bekerja dalam perkebunan besar sawit maupun di atas tanah kebun sawit skala kecilnya.”
Program Biofuel hanya akan memperluas perkebunan sawit yang justru semakin memperburuk krisis iklim. “Hingga saat ini perjuangan hak atas tanah karena perluasan perkebunan besar kelapa sawit adalah makanan sehari-hari kaum tani Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
dan sekarang Papua. Lantas apa sebenarnya tujuan dari propaganda besar-besaran dari, imperialisme dan kaki tangannya khususnya di Indonesia tentang pemanasan global dan perubahan iklim ini? Mengingat tindakannya di Indonesia sangat tidak sebanding bahkan bertolak belakang dengan ancaman dan bahaya nyata pemanasan global serta perubahan iklim itu sendiri” pungkas Helda.
Dalam momentum UNFCCC COP-26 Glasgow, ILPS Indonesia menegaskan bahwa imperialis dan pemerintah Indonesia hanya berpura-pura takut pada isu perubahan iklim yang dibahas dalam COP-26. Perubahan iklim yang sesungguhnya selalu dicegah oleh mereka adalah perubahan tata dunia baru tanpa dominasi imperialisme, yakni lahirnya sistem yang adil dan ramah terhadap alam. Syarat utamannya adalah kehancuran imperialisme serta kaki tangannya di berbagai negeri termasuk tuan tanah besar dan borjuasi besar komprador di Indonesia.
Glasgow, Skotlandia, 9 November 2021
International League of People’s Struggle (ILPS)-Indonesia
Helda Khasmy
Ketua
Posting Komentar