Press
Release
Embargo :
Rabu, 1 Juli 2015, Hingga Pukul 10.00 WIB
Pemerintah sejak tanggal 26 Juni 2015 kemarin melakukan proses
administrasi dan verifikasi bagi orang terkena dampak (OTD) pembangunan Waduk
Jatigede. Presiden Joko Widodo menganggap semua persoalan dan dampak sosial
bagi OTD sudah terselesaikan. Padahal kenyataan di lapangan berbicara lain.
Berdasarkan temuan di lapangan, masih banyak masalah yang menaungi
sedikitnya 11 ribu kepala keluarga di wilayah pembangunan dan penggenangan
waduk. Sebagai warga negara Indonesia, mereka memiliki hak yang sama seperti
warga negara lainnya untuk mendapatkan kepastian dan perlindungan akan hak
ekonomi dan sosial. Ketidakjelasan sikap pemerintah terkait hak-hak OTD bakal
menimbulkan permasalahan sosial yang lebih kompleks. Karena itu, pemerintah
harus membatalkan penggenangan waduk Jatigede pada tanggal 1 Agustus 2015
mendatang.
Tim Advokasi
Aliansi Rakyat Jatigede mengumpulkan data di lapangan sebelum dan sesudah
pelaksanaan pemberian dana ganti rugi dan uang santunan kepada OTD. Pengumpulan
data dengan metode wawancara OTD ini difokuskan pada delapan desa di lima
kecamatan yang menjadi daerah genangan. Adapun delapan desa yang akan
tergenangi itu adalah, Cipaku, Pakualam,
Sukakersa, Cibogo, Leuwihideung, Jatibungur, Sukamenak, dan Padajaya.
Tim berkesimpulan, pemerintah
tidak becus dalam mengurus warganya.
Temuan fakta dan data di lapangan menggambarkan sebagian besar OTD
belum memiliki rencana untuk kehidupan mereka paska meninggalkan tempat
tinggalnya. Ade Kusmana, 62 tahun, warga Desa Sukakersa, Kecamatan Jatigede,
Sumedang sama sekali belum mendapatkan gambaran akan masa depannya.
Petani ini menjelaskan sudah ada rencana untuk pindah bersama-sama
tetangganya ke lahan kas desa yang mereka sebut sebagai tanah pengangonan desa.
Tapi sampai kini, Ade dan warga lainnya belum mendapatkan kepastian akan
kondisi dan kematangan tanah yang direncanakan jadi tujuan relokasi. Hal serupa
juga disampaikan oleh Wawang, 46 tahun, seorang ibu rumah tangga dari Desa
Padajaya, Kecamatan Wado, Sumedang.
Perempuan yang berprofesi sebagai buruh tani ini mengaku resah
karena tanah kas desa yang direncanakan menjadi tujuan relokasi masih belum
jelas statusnya. Hamparan lahan yang sama diklaim sebagai milik masyarakat Desa
Pawenang.
Kondisi ini
memengaruhi mata pencaharian mereka di masa depan. Meski sehari-hari menjadi
buruh tani, keduanya mengaku masih bisa tetap hidup tanpa kekurangan di desa
asalnya. “Sedih, belum tentu ke depan, di sini enak, ga punya sawah, masih bisa
kerja-kerja sama orang yang punya sawah, kalau nanti mah ga tau gimana,” tutur Wawang
sembari berharap pemerintah bakal memberikan solusi terkait keluhannya.
Beberapa
warga di Desa Cipaku mengakui kalau pemerintah desanya sudah mengurus lahan
relokasi di daerah Congeang dan Sakurjaya. Dua lokasi tersebut merupakan daerah
tujuan yang mereka upayakan melalui perundingan dengan Pemerintah Kabupaten
Sumedang. Congeang dan Sakurjaya dipilih karena relatif dekat dari desa tempat tinggal mereka saat
ini. Dengan begitu, menurut mereka, setidaknya tidak terlalu jauh jika nanti
harus pindah.
Meski
lokasinya relatif dekat, namun kondisi geografisnya sangat berbeda dengan
daerah asal. Daerah tujuan warga berbukit-bukit sehingga menyulitkan warga yang
mau merintis lahan garapan untuk sawah. Sejak dulu warga Desa Cipaku menanam
padi di hamparan datar yang luas dengan sistem pengairan yang sudah tertata. Setiap
tahun, mereka bisa panen dua kali dengan rata-rata produksi sedikitnya 5 ton
per hektare.
Jika pindah
nanti tentunya sistem pengairan dan sumber air
mutlak diperlukan. Hal tersebut menjadi salah satu kekhawatiran warga
Desa Cipaku. Temuan ini sekaligus memperjelas sikap pemerintah yang tidak
memikirkan secara matang mata pencaharian
dan sumber kehidupan warga.
Masalah
lainnya adalah penyelesaikan keluhan (complain) masyarakat yang belum tuntas
sejak kawasan genangan itu dibebaskan mulai tahun 1982 silam. Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Waduk
Jatigede Provinsi Jawa Barat menyatakan ada 12.423 keluhan OTD yang diterima
oleh Tim Verifikasi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Provinsi Jawa
Barat saat audiensi dengan Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa
Barat tanggal 27 Mei 2013 lalu. Namun data ini berubah menjadi 12.119 keluhan
pada tanggal 30 Januari 2015.
Kategori komplain:
1.
Penyesuaian harga lahan dan
bangunan yang dibebaskan tahun 1982 – 1986, timbulnya tuntutan ini berdasarkan
pengakuan dari masyarakat karena terlalu rendahnya harga dan adanya pemaksaan
serta intimidasi dalam pembebasan lahan dan bangunan. (407 komplain)
2.
Salah orang/penerima dalam
pembayaran/ganti rugi, terdapat masyarakat (pemilik lahan) yang merasa belum
menerima uang pembebasan/ganti rugi dikarenakan penerima uang pembebasan/ganti
rugi bukan pemilik lahan. (7 komplain)
3.
Salah ukur dalam
pembebasan/ganti rugi lahan, lahan dan bangunan yang dibebaskan/mendapat ganti
rugi tahun 1982 – 1986 banyak yang ukurannya tidak sesuai, dikarenakan
masyarakat tidak pernah diikutsertakan waktu diadakan pengukuran lahan oleh
petugas. (5.687 komplain)
4.
Salah klasifikasi dalam
pembebasan/ ganti rugi lahan, lahan sawah oleh petugas dibayar sama dengan
harga darat, padahal harga sawah lebih tinggi/mahal daripada harga lahan darat.
(2.024 komplain)
5.
Lahan dan bangunan milik
masyarakat yang terlewat dan belum mendapat ganti rugi, berdasarkan pengakuan
masyarakat belum ada yang dibebaskan/mendapat ganti rugi. (3.646 komplain)
6.
Lahan terisolir,
terdapatnya lahan milik masyarakat yang akan terisolir apabila waduk jatigede
sudah digenangi. (348 komplain)
Dari belasan ribu keluhan itu, tim mendapatkan data himpunan
pembebasan tanah pembangunan Waduk Jatigede Desa Jatibungur Kecamatan Darmaraja
Kabupaten Sumedang Tahun 2010. Dalam data itu ada 726 keluhan masyarakat yang sampai
saat ini hanya tercatat sebagai dokumen tanpa ada penyelesaiannya.
Selama keluhan-keluhan itu belum diselesaikan, pemerintah
wajib menunda penggenangan waduk seperti termuat dalam Peraturan Pemerintah
nomor 37 tahun 2010 tentang Bendungan. Pasal 38 peraturan itu menyatakan
kewajiban pemerintah dalam pelaksanaan konstruksi, pembangunan bendungan harus
melakukan kegiatan :
a. Pembersihan lahan genangan,
b. Pemindahan penduduk dan/atau pemukiman kembali penduduk,
c. Penyelamatan benda bersejarah,
d. Pemindahan satwa liar yang dilindungi dari daerah genangan.
Tata cara pemindahan penduduk dan atau/pemukiman kembali
harus memperhatikan studi pemukiman kembali penduduk. Studi itu harus memuat
lokasi tanah yang diperlukan, peta dan luasan tanah, status dan kondisi tanah,
serta rencana pembiayaannya.
Tanpa ada langkah-langkah itu, pemerintah tidak boleh
menggenangi waduk tersebut. Apabila pemerintah bersikukuh menggenanginya pada
tanggal 1 Agustus 2015, maka berpotensi terjadi pelanggaran hak asasi manusia
Terkait isu pendidikan, anak-anak OTD pembangunan waduk terancam
putus sekolah. Pemerintah belum memberikan kepastian bagi mereka selepas
sekolahnya tergenang air Sungai Cimanuk. Alih-alih merelokasi, pemerintah belum
memiliki rencana membangun sekolah baru di area rencana relokasi. Sekolah di
sekitar area relokasi pun tidak akan mampu menampung siswa pindahan dari daerah
yang tergenang.
Setiap desa yang bakal tergenang
air, rata-rata terdapat dua sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama
milik pemerintah. Itu belum termasuk sekolah milik swasta dan lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini. Sebagai ilustrasi, ada dua sekolah dasar di Desa
Cipaku dan Pakualam yang masuk dalam area genangan.
Hingga saat ini, ratusan siswa sekolah dasar tersebut belum
mendapat kejelasan mengenai kelanjutan pendidikan mereka. Mendaftar sekolah ke
tempat belum bisa dilakukan karena belum adanya kejelasan ke mana orang tua
mereka akan pindah.
Warga Pakualam sebenarnya punya pilihan
relokasi ke tanah kas desa mereka. Namun pemerintah belum memiliki rencana
untuk membangun fasilitas pendidikan di area tersebut. Sekolah yang ada di
daerah sekitar area relokasi sendiri diyakini tak akan mampu menerima pindahan
siswa dari dua sekolah dasar di Pakualam.
Potret ini menunjukan bahwa
pemerintah baik pusat maupun daerah tidak memiliki rencana penanganan dampak sosial
di bidang pendidikan yang matang. Sebelum menggusur warga Jatigede dari rumah
mereka, pemerintah seharusnya memikirkan masa depan pendidikan anak-anak
Jatigede.
Pernyataan Sikap
Melihat
dan merujuk pada fakta-fakta di atas, maka kami Tim Advokasi Aliansi Rakyat
Jatigede menyatakan sikap :
1. Pemerintah
harus membatalkan rencana penggenangan waduk Jatigede pada tanggal 1 Agustus
2015 mendatang.
2. Pemerintah harus menyelesaikan seluruh permasalahan dampak sosial dan
komplain OTD pembangunan waduk Jatigede.
3. Pemerintah harus merubah perspektif penyelesaian dampak sosial yang hanya
menggunakan pendekatan pemberian uang pengganti dan uang santunan. Perspektif
penyelesaian masalah sosial harus berdasarkan pada pemenuhan hak asasi manusia,
ekonomi, sosial dan kemasyarakatan OTD, seperti, memikirkan lahan tujuan
relokasi, perubahan profesi, mata pencaharian, pendidikan, lingkungan, serta
aspek sumber-sumber kehidupan OTD secara utuh.
4. Pemerintah harus menghormati upaya masyarakat yang mengajukan permohonan
Judicial Review atas Perpres No.1 tahun 2015.
5. Pemerintah harus menghentikan dahulu seluruh kegiatan sosialisasi
pembayaran uang tunai untuk rumah pengganti dan uang santunan untuk penanganan
dampak sosial kemasyarakatan pembangunan waduk Jatigede. Termasuk pengerahan
pasukan pengamanan yang berlebihan saat proses sosialisasi.
6. Pemerintah menarik surat pernyataan yang menyebutkan OTD bersedia pindah dalam
waktu tujuh (7) hari.
7. Presiden Joko Widodo dan Gubernur Ahmad Heryawan harus turun melihat
langsung kondisi dan menyerap aspirasi
masyarakat OTD.Tidak hanya berdasarkan laporan bawahan saja.
Bandung, 1 Juli 2015
Tim Advokasi Aliansi
Rakyat Jatigede adalah gabungan beberapa organisasi non pemerintah seperti
Aliansi Gerakan Reforma Agraria, Lembaga Bantuan Hukum Bandung, Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat, Serikat Perempuan Indonesia, Jari Ra
Hyang. Tim advokasi ini mendampingi OTD yang kerap mendapatkan perlakuan tidak
adil dari pemerintah dalam pembangunan Waduk Jatigede.
CP:
Rizky Ramdani
(081321565644)
Dewi Amelia
(081220294565)
Posting Komentar