Pemerintah Harus
Segera Tetapkan Gempa Lombok Sebagai Bencana Nasional
Jakarta. Indonesia
secara geografis diapit oleh dua
samudera besar dunia (samudera hindia dan samudera pasifik), dan secara
geologis posisi Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng utama dunia
(lempeng Indo-Australia, lempeng eurasia, dan lempeng pasifik). Disamping itu
kondisi permukaan wilayah Indonesia (relief) yang sangat beragam membuat posisi
negeri ini rawan terhadap berbagai macam bencana.
Setelah lebih dari dua pekan sejak gempa bumi
pertama melanda pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 29 Juli 2018
lalu dengan kekuatan 6,4 SR (Skala Richter), hingga kini telah terjadi ratusan
gempa susulan dengan kekuatan beragam, salah satunya ialah gempa dengan
kekuatan lebih besar yang terjadi pada tanggal 5 Agustus sekitar pukul 18.00
WITA dengan kekuatan 7,0 SR dan terakhir 19 Agustus sekitar pukul 22.56 WITA dengan
kekuatan 7,0 SR.
Rangkaian bencana gempa bumi yang terjadi di Lombok
juga dirasakan hingga pulau Bali dan sebagian jawa timur karena kekuatan gempa
yang cukup besar. Data dari BNPB menyebutkan hingga detik ini sedikitnya telah
memakan korban sebanyak 460 jiwa meninggal dunia, ditambah 12 jiwa dari gempa
terakhir semalam jadi 472 jiwa dan 7733 korban luka baik ringan maupun berat
dan kemungkinan masih terus akan bertambah.
Lebih dari 70,000 rumah rusak, kerusakan fisik lainnya terdapat 671 unit
fasilitas pendidikan rusak dimana 124 PAUD, 341 SD, 95 SMP, 55 SMA, 50 SMK, dan
6 SLB. Juga terdapat kerusakan 52 unit fasilitas kesehatan (1 RS, 11 puskesmas,
35 pustu, 4 polindes, 1 gedung farmasi), 128 unit fasilitas peribadatan
(115 masjid, 10 pura, 3 pelinggih), 20 unit perkantoran, 6 unit jembatan, dan
jalan-jalan rusak dan ambles akibat gempa. Diperkirakan kerugian secara ekonomi mencapai 7,45
trilyun rupiah. Lebih dari 400,000 orang mengungsi di ribuan titik pengungsian karena
ketakutan dan trauma berada di dalam rumah. Masyarakat memilih tidur di
tenda-tenda pengungsian dengan kondisi seadanya tanpa obat dan makanan yang
cukup.
Bantuan solidaritas mengalir dari berbagai pihak.
Terutama dari organisasi massa rakyat yang dengan sigap menyerukan pada anggota
dan organisasi dibawahnya untuk terlibat langsung menggalang bantuan baik
berupa dana maupun dalam bentuk lain.
SERUNI sebagai organisasi massa perempuan yang
mengorganisasikan perempuan dari semua kelas, golongan, dan sektor juga menjadi
bagian dalam penggalangan bantuan untuk korban, selain juga relawan secara
langsung di wilayah terdampak gempa. Karena NTB (Nusa Tenggara Barat) juga
merupakan salah satu basis pengorganisasian SERUNI yang tersebar di Mataram dan
Lombok timur. Kami juga mengajak dan menyerukan berbagai pihak untuk bahu
membahu menolong korban gempa.
Namun ditengah gempa susulan yang terus menerus
terjadi hingga hari ini, gubernur NTB yang biasa disapa Tuan Guru Bajang
mengeluarkan statement bahwa rakyat Lombok sedang baik-baik saja, serta
mengajak wisatawan untuk kembali datang ke Lombok. Tanpa memperhitungkan aspek
resiko, keamanan, dan situasi masyarakat saat ini.
Padahal hingga kini pelayanan sosial dan penanganan
terhadap korban gempa di Lombok masih sangat terbatas. Distribusi bantuan ke beberapa
posko pengungsian masih belum optimal. Penerangan dan air bersih masih sangat
terbatas, demikian juga pelayanan kesehatan bagi korban gempa.
Hingga
saat ini, pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Joko Widodo belum juga
menetapkannya sebagai bencana nasional dengan berbagai alasan, seperti kemampuan pemerintah
daerah hingga status Lombok sebagai salah satu pusat pariwisata Indonesia,
meskipun saat ini skala kerusakan dan korban jiwa cukup besar. Hal tersebut tentu merupakan
respon yang lamban dari pemerintah.
Jika
total kebutuhan rekonstruksi
diestimasi lebih dari Rp 5,04 triliun, sedangkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja (APBD) NTB tahun 2018 hanya sebesar Rp5,2 triliun. Pemerintah daerah
NTB pasti mengalami kesulitan untuk melakukan penanganan hingga rekonstruksi
paska bencana. Penetapan status bencana nasional juga akan mempercepat proses
bantuan dari APBN dan keterlibatan berbagai pihak dalam membantu korban bencana
di Lombok. Bahkan hingga saat ini, pemerintah pusat hanya
menggelontorkan dana bantuan melalui BNPB sebesar Rp 34,9 miliar, sangat jauh
jika dibandingkan dengan anggaran yang dikeluarkan untuk perhelatan Asian Games
yang mencapai Rp 7,2 triliun dan pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF yang
mencapai Rp 855 miliar. Sehingga
sebetulnya sudah tidak ada alasan apapun dari pemerintah untuk segera
menetapkan Lombok sebagai kategori bencana nasional.
Atas
dasar itu, Serikat Perempuan Indonesia menyatakan menuntut:
“Segera
berlakukan status Bencana Nasional bagi Gempa Bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat”
SERUNI
juga menyerukan kepada kaum perempuan di semua
sektor dan rakyat tertindas lainnya di Indonesia untuk terus menggalang bantuan
bagi saudara kita di Lombok,
serta bersama-sama memperjuangkan agar Gempa Bumi Lombok segera ditetapkan
menjadi Bencana Nasional.
Jakarta, 20 agustus 2018
Komite
Eksekutif Nasional
Ketua
Sekretaris
Jenderal
Helda
khasmy Triana
kurnia wardani
courtesy: Indonesia Bangkit
Posting Komentar