BREAKING

Senin, 19 Oktober 2020

Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja adalah Penghalang Baru Land Reform Sejati dan Industri Nasional di Indonesia Helda Khsamy (Serikat Perempuan Indonesia) Global Convergence on People Climate-Action, 19 October 2020


 
Pada tanggal 5 oktober 2020 Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja yang diserahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 februari 2020 disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tengah-tengah pandemik Covid-19 dan perlawanan luas rakyat berbagai klas dan sektor, para profesional dan guru besar.  
Ada 76 Undang-Undang yang dianggap menghambat investasi diubah dengan undang-undang ini. Hambatan investasi yang dimaksud adalah mengenai otoritas perizinan dan percepatan perizinan investasi. Negara dan pemerintah Presiden Joko Widodo mengetahui sepenuhnya bahwa izin sesungguhnya yang diharapkan diproses dengan cepat dalam rangka investasi adalah pengambilalihan penguasaan tanah dan sumber daya alam dari tangan kaum tani dan suku bangsa minoritas atas tanah serta kekayaan alam. Kedua, mengakhiri perjuangan kaum tani yang tidak bertanah dan kehilangan kontrol atas kekayaan alam yang dikuasai secara monopoli oleh para tuan tanah besar yang mengimplementasikan kapital finans milik imperialis di pedesaan luas Indonesia. Kaum tani tidak bertanah marah karena tanah tidak ada untuknya, sementara konsesi tanah baru hanya untuk kepentingan investasi asing.
Ketiga, undang-undang ini adalah izin untuk mempekerjakan klas buruh dengan upah yang lebih murah dan keadaan kerja yang lebih buruk agar tetap bisa mempertahankan ekspor barang-dagangan murah sesuai dengan keperluan pasar imperialis. Keempat, memastikan perampasan tanah dan kekayaan alam yang telah berlangsung lama memiliki “dasar hukum” dan perampasan tanah yang akan datang dilakukan berdasarkan hukum. Tindakan hukum harus dilawan dengan hukum. Karena itu perlawanan yang diharapkan pun, bila ada, adalah perlawanan hukum yang murah dan mudah bagi negara dan investor. Kelima, meningkatkan tindakan preventif dengan pengawasan-penjagaan dan melipat-gandakan ancaman hukuman atas rakyat yang “masih berani” menduduki lahan milik negara dan tuan tanah besar lainnya, mengganggu investasi asing di Indonesia. Keenam, meyakinkan rakyat bahwa investasi adalah jalan satu-satunya untuk menciptakan lapangan kerja, menjaga pertumbuhan ekonomi dan seperti kata Bank Dunia menjamin kesejahteraan yang telah menjadi keinginan sangat lama rakyat Indonesia. Semua yang diatas adalah ilusi, tetapi memastikan sistem kapitalis monopoli tidak bangkrut dengan Omnibus ini jelas sangat nyata. 
Sejarah panjang investasi di Indonesia adalah sejarah perlawanan keras rakyat atas tanah. Rakyat tidak bersedia menempuh jalur hukum karena tanahnya dirampas dengan kekuatan senjata. Mereka dipaksa tidak melawan, juga dengan senjata. 
Mahalnya investasi di Indonesia, karena mahalnya biaya perampasan tanah dengan memobilisi tentara dan polisi bersenjata pada saat memulai investasi dan menjaganya secara berkelanjutan dari perlawanan rakyat yang tidak pernah menyerah. Undang-undang Omnibus Cipta Kerja adalah undang-undang yang memindahkan izin prinsipal penggunaan tanah dan kekayaan alam dari tangan rakyat khususnya kaum tani dan suku bangsa minoritas, serta izin mempekerjakan buruh dengan upah sangat murah dan kondisi kerja yang sangan minimalis ke tangan negara dan pemerintah RI untuk imperialis dan kaki tangannya di Indonesia. 
Target Undang-undang Omnibus Cipta Kerja sangat jelas. Mengakhiri perlawanan non parlemen dan non hukum oleh rakyat – yang selama ini dilakukan kaum tani dan suku bangsa minoritas menjaga harta terakhirnya, tanah dan sumber kekayaan alam yang masih bersisa – mengakhiri perlawanan klas buruh yang selama ini menginginkan perbaikan kondisi kerja dan perbaikan upah – mengakhiri perlawanan dari para intelektual yang sangat kritis terhadap dominasi kapital finans imperialis dalam bidang pertanian, manufaktur dan pertambangan, dan infrastruktur di Indonesia terutama sejak kekuasaan Orde Baru-Suharto.
Karena itu, nama yang tepat bagi undang-undang ini adalah Undang-Undang Omnibus Kemudahan Berinvestasi Di Indonesia atau Undang-Undang Pencabutan Izin Prinsipal Rakyat Atas Investasi di Indonesia ke tangan Presiden Republik Indonesia!   
Meskipun Pemerintah Republik Indonesia tidak menjelaskan dengan terbuka mengenai hal ini, tetapi Bank Dunia pimpinan imperialis Amerika Serikat membantu kita memahami inti undang-undang ini melalui pernyataannya 16 Oktober 2020:
“Omnibus Law on Job Creation is major reform effort to make Indonesia more competitive and support the country’s long-term of becoming prosperous country. In can support resilient economic recovery and long-term growth in Indonesia. By removing heavy restrictions on investment and signaling that Indonesia is open for business. It can help attracts investors, create jobs and help Indonesia fight poverty.
…the World Bank will committed to working with Indonesia on these reforms, towards economic recovery, and brighter future for all Indonesians.”     
Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja adalah ancaman nyata bagi lingkungan dan mempercepat perubahan iklim yang menyengsarakan rakyat Indonesia dan dunia. Undang-undang ini mengancam lingkungan hidup bukan karena upayanya mengubah aturan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Masalah lingkungan dan ancaman perubahan iklim sesungguhnya adalah semakin mendalamnya ketergantungan negara dan pemerintah RI dari produksi dan ekspor bahan mentah pertanian terbelakang, ekstraksi berlebihan pertambangan terutama energi batubara yang sangat anti lingkungan, minyak bumi dan gas alam. 
Dengan produksi pertanian yang terbelakang seberapa pun luasan tanah yang tersedia tidak akan pernah cukup untuk melayani “volume ekspor” karena harus terus meningkat, sementara harganya terus berusaha ditekan agar bisa memasuki pasar kapitalis monopoli internasional. Peningkatan volume dalam pertanian terbelakang berarti memperluas tanah, memperluas penanaman, memperluas eksploitasi, hingga hutan habis sama sekali. Tanah di tangan tuan tanah besar di Indonesia sangat luas. Demikian pula dengan tanah untuk pertambangan di tangan imperialis. Tidak terhitung sudah kerusakan sungai, danau, laut, kehilangan genetik lokal-keanekaragaman hayati karena pertanian besar monokultur terbelakang. Kenyataannya, banyak kaum tani terpaksa memasuki areal hutan yang bersisa di seluruh Indonesia, karena mereka tidak kebagian tanah yang cocok untuk bertanam di daerah biasa. Hati kecilnya menangis menebang kayu yang sangat besar dan dalam hitungan ratusan tahun pun belum tentu bisa sebesar itu. Sebegitu rendahnya kah tradisi, pengetahuan dan kesadaran rakyat Indonesia tentang pelestarian alam?
Kenyataannya, hutan Indonesia habis bukan karena “illegal logging” tetapi karena justru “sangat legal logging dan dijaga senjata pula” oleh negara dan pemerintah RI dan dilatih pula oleh imperialis. Demikian pula, kerusakan bentang alam-sungai-laut-danau-gunung dan tanah bukan karena ILLEGAL MINING tetapi karena “sangat legal mining”.
Tanah pertanian dan perkebunan di Indonesia yang eksisting lebih dari cukup untuk melayani keperluan seluruh rakyat bahkan sudah bisa dipergunakan untuk membantu negeri lainnya yang kekurangan apabila diproduksi secara maju. Akan tetapi tanah tersebut berada di tangan tuan tanah besar yang berproduksi dengan tenaga kaum tani dan alat kerja sisa zaman tengah dengan organisasi produksi yang sangat tidak efesien dan efektif. Maka, produksi semacam ini akan mengancam seluruh aspek tanah dan sumber daya alam. Pembukaan hutan baru adalah kemutlakan, dan kerusakan lingkungan mustahil bisa dicegah.
Dalam Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja ini pembukaan hutan setelah moratorium tanah untuk perkebunan justru dipertegas ditambah iming-iming “suap” tanah seluas 20% untuk rakyat yang ada disekitar hutan yang konsesinya diberikan pada korporasi (Pasal 58 Poin b). Juga, Pemerintah Pusat memiliki wewenang penuh menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan untuk keperluan mata air, pulau, manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi (Pasal 18 ayat-1). Sebelumnya, pemerintah menetapkan 30% dari luas daratan haruslah areal hutan. Dalam Pasal 19 Ayat 1, seluruh kewenangan dalam perencanaan dan penetapan serta perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan mempertimbangkan hasil Penelitian Terpadu.
Undang-Undang Cipta Kerja jelas merampas seluruh kedaulatan rakyat atas tanah dan sumber daya alam, merampas kesempatannya untuk berusaha dan bekerja serta memperoleh hasil kerja yang setimpal. Apalagi yang bisa dikatakan apabila hak terakhir rakyat untuk mengizinkan tanah dan kekayaan alam yang tidak seberapa lagi berada di tangannya, di sekitar desanya, di dalam masyarakat dan bangsanya dilenyapkan oleh undang-undang? 
Undang-Undang Omnibus CIPTA KERJA akan memberikan tanah bagi tuan tanah besar yang membuka perkebunan besar sawit atau karet dengan menghabisi tanah bahkan hutan yang bersisa dan hanya bisa menciptakan lapangan kerja 200 tenaga buruh tani per 1.000 hektar. Kaum tani punya tanah 1 hektar saja masih bisa digarap bersama dengan istri dan dua anaknya. Cukup tidak cukup! Bila 1.000 hektar ditangan kaum tani dan ditanami pangan berapa hasilnya dibandingkan karet dan sawit yang harus negosiasi dengan Uni Eropa dan Amerika, bergantung pada pasar miskin dan tidak jelas seperti INDIA yang 11-12 dengan Indonesia! Jelas India bisa membeli sawit Indonesia bukan karena mereka negeri kaya tapi hanya minyak sawit yang penyakitan dan sangat murah itu yang bisa dijangkaunya untuk memberi makan minyak goreng pada rakyatnya yang sangat berlimpah! 
Bagi klas buruh Indonesia, Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja ini, meminta zin buruh yang sudah bekerja dalam pabrik agar bersedia mengurangi upah, jaminan sosial, dan kondisi kerja lainnya agar semakin banyak tenaga kerja yang bisa direkrut dalam pabriknya untuk bekerja bersama-sama dengan sistem padat karya. Lagi pula upah tinggi akan menyebabkan harga barang dagangan Indonesia di pasar Internasional hanya bergantung pada “murahnya” hitungan tenaga kerja dan “belas kasihan” Amerika Serikat dengan kebijakan Generalized System of Preference (GSP) facility sejauh Indonesia tunduk pada maunya.
Jelas Undang-Undang ini adalah hambatan baru bagi tuntutan mendesak Indonesia untuk land reform sejati dan industri nasional. Sebelumnya sudah sangat sulit, dan sekarang kembali diletakkan hambatan jauh lebih kuat dan besar lagi. Tetapi bangsa dan rakyat Indonesia harus bisa menyingkirkan hambatan ini dalam kenyataannya. Dia harus bersatu menghalangi implementasi undang-undang ini di kompleks industrial, di desa dan di tengah suku bangsa minoritas serta pemukim penggarap di pedalaman dan pengunungan di seluruh Indonesia.

About ""

SERUNI atau Serikat Perempuan Indonesia adalah organisasi perempuan yang memiliki cita-cita kesetaraan gender dan kehidupan lebih baik bagi perempuan Indonesia.

2 komentar:

  1. Terimakasih jeng helda, semoga semangat mu menjadi alasan mekarnya bunga-bunga desa yang lain

    BalasHapus
  2. Salam perjuangan Buat kawan2 SERUNI dan
    bersama rakyat melawan penindasan....

    BalasHapus

 
Copyright © 2013 SERUNI
Design by FBTemplates | BTT